TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah menguat pada penutupan perdagangan awal pekan, Senin, 24 Oktober 2022. Mata uang garuda bertengger di level Rp 15.585 terhadap dolar Amerika Serikat atau menguat 46 poin di pasar spot.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah bahkan sempat perkasa 60 poin. Rupiah bangkit dari penutupan perdagangan sebelumnya yang lesu di posisi Rp 15.631.
“Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif, namun ditutup melemah di rentang Rp 15.560-Rp 15.630,” ujar Ibrahim dalam keterangan tertulis pada Senin, 23 Oktober 2022.
Penguatan rupiah didorong oleh sejumlah faktor. Menurut Ibrahim, pelaku pasar di Indonesia terus memantau perkembangan inflasi, setelah berbagai lembaga memproyeksikan inflasi tahun ini akan menyentuh angka 6-7 persen.
Baca juga: Rupiah Hari Ini Dibuka Melemah ke Posisi Rp 15.478
Dia menilai, angka itu cukup tinggi, mengingat Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir berhasil menjaga inflasi 3-5 persen. Karena itu, kata dia, perlu kolaborasi dan sinergi antara pemerintah dan Bank Indonesia guna menjaga target inflasi akhir tahun di bawah 5 persen.
“Kalau laju inflasi yang tinggi akan berdampak terhadap penurunan daya beli dan kesejahteraan masyarakat,” ucap dia.
Namun demikian, ia melihat rentang inflasi di Indonesia masih menandakan adanya geliat pertumbuhan ekonomi. Sebab, permintaan meningkat sejalan dengan mobilisasi masyarakat yang mulai pulih. Bahkan, menurut dia, posisi ekonomi Indonesia lebih beruntung ketimbang negara lain yang perekonomiannya melorot.
“Bahkan Indonesia menjadi negara yang mendapatkan keberuntungan karena pada saat negara lain ekonominya merosot dan stagnasi, kinerja ekonomi domestik justru tetap solid,” kata dia.
Ibrahim menuturkan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 4,75 persen untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas rupiah. Dia menilai kebijakan itu merupakan langkah front loaded, pre-emptive, dan forward loking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang 7 persen terlalu tinggi (overshooting) dan memastikan inflasi inti ke depan kembali pada sasaran.
Untuk menjaga inflasi tetap terkendali, kata dia, pemerintah dan BI semestinya terus berkomitmen melakukan koordinasi kebijakan melalui Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Tim Pengendali Inflasi Daerah dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNIP). “Dalam mendorong ketersediaan pasokan, kelancaran, distribusi, kestabilan harga, dan komunikasi efektif,” tutur Ibrahim.
Seiring dengan penguatan rupiah, Ibrahim menjelaskan dolar Amerika naik lebih tinggi terhadap mata uang lainnya hari ini. Kondisi ini diduga terjadi karena pelaku pasar terpengaruh oleh kabar bahwa mantan Menteri Keuangan Inggris, Rishi Sunak, tampaknya akan menjadi Perdana Menteri Inggris menggantikan Liz Truss. Faktor lain, indeks dolar AS terpengaruh oleh intervensi Bank of Japan untuk mendukung penguatan yen.
Baca juga: Prediksi Kebijakan The Fed Makin Agresif, Bank Indonesia Bicara Nasib Dolar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.