TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menjelaskan perbedaan kondisi Indonesia saat menghadapi krisis pada tahun 2008 dan ancaman resesi global tahun depan.
Faisal menceritakan bahwa krisis yang terjadi pada periode tahun 2008-2009 dipicu oleh krisis finansial global di Amerika Serikat. Saat itu, investasi berbagai sektor hancur yang bermula dari kejatuhan sektor finansial.
“Pengaruhnya ke aset, misalnya. Aset dana pensiun anjlok. Jadi ke demand side, supply agak banyak terganggu,” ujar Faisal kepada Tempo, Kamis, 20 Oktober 2022.
Baca: Ancaman Resesi 2023, Bos BCA Yakin Pertumbuhan Kredit Tak Jauh Beda dengan Tahun Ini
Meski begitu, menurut Faisal Basri, pengaruh krisis terhadap Indonesia pada tahun 2008 itu sangat kecil. Efek penuh krisis baru dirasakan pada tahun 2009, saat pertumbuhan ekonomi global berada di minus 0,1 persen, tapi Indonesia masih bisa mencetak pertumbuhan 4,6 persen. Hal itu terjadi karena sektor keuangan Indonesia belum terlalu dalam dan tidak terintegrasi dengan sektor keuangan global.
Kondisi Indonesia ini, menurut Faisal, berbeda halnya dengan Singapura yang perekonomiannya ambles. Negara singa itu merupakan salah negara yang terintegrasi degan sistem keuangan global. Sementara, Indonesia praktis tidak banyak terpengaruh, tidak terjadi kebangkrutan massal, dan tak terjadi kehancuran sektor keuangan.
Sementara di Amerika Serikat, kata Faisal, usai Lehman Brothers pailit, lalu pemerintah mengkonsolidasikan sejumlah bank besarnya. "Jadi yang kena adalah negara yang sistem keuangannya terintegrasi dengan sistem keuangan global. Pengaruhnya terbatas."
Adapun dampak krisis saat itu ke warga negara Amerika Serikat, Faisal menambahkan, tak sedikit yang langsung jatuh miskin. Mulai dari yang tidak bisa bayar cicilan kredit saat harga perumahan anjlok, dan banyak orang yang seketika tidak punya rumah di sana.
Sedangkan hal tersebut tak terjadi di Indonesia. Ekonom lulusan Vanderbilt University, Amerika Serikat itu, menuturkan, krisis saat itu hanya berdampak ke ekspor nasional. "Ekspor Indonesia juga tidak terlalu besar terhadap PDB, hanya 20 persen, berbeda dengan Singapura, mencapai 170 persen," ucapnya.
Selanjutnya: Tahun 2009, saham banyak dimiliki oleh investor asing. Sekarang tinggal...