Tantangan lainnya, Faisal menyebutkan, climate change yang semakin gila-gilaan. Dampaknya bisa mempengaruhi harga pangan, karena banjir dan kekeringan ekstrem. Produksi pangan turun, bahkan setiap negara mengurangi ekspornya dan menambah pasokan cadangan.
“Syukur panen beras kita bagus terus nih. Tapi beras bagus, gandumnya gimana, itu makanan pokok kedua setelah beras,” kata Faisal. “Kalau naik semua, ujungnya kan menaikkan suku bunga, suku bunga naik, beban utang nambah lagi.”
Kondisi perusahaan-perusahaan saat ini masih kesulitan akibat dampak dari pandemi Covid-19. Dia menjelaskan hal itu bisa dilihat dari kondisi penerbangan yang masih jauh dari pulih. Bahkan Faisal menceritakan penerbangan ke Semarang yang sebelumnya belasan kali, kini hanya dua kali satu hari. “Makanya saya kalau keluar kota harus nginap.”
Faisal menjelaskan, dunia usaha belum pulih dan akibatnya penerimaan pajak masih rendah sementara pengeluaran naik terus. ”Pengeluaran pajak kan ‘daging’, utang makin membesar, tadi beban utangnya naik,” kata dia.
Angka kemiskinan di Indonesia juga menjadi tantangan. Seingat Faisal, jumlah penduduk dengan pengeluaran per harinya di bawah Rp 35 ribu jumlahnya lebih dari 60 persen, yang merupakan kategori rentan miskin. Berbeda jauh dengan Malaysia yang masyarakat rentan miskinnya hanya 2 persen dan Thailand hanya 6 persen.
Dengan kondisi seperti sekarang ini dan tantangan resesi global, kata Faisal, angka penduduk rentan miskin di Indonesia juga bisa naik menjadi 70 persen. Selain itu, penduduk usia muda 15-24 tahun di Indonesia yang mencari kerjaan tapi tidak dapat angka 17 persen. “Tertinggi di ASEAN,” ucap dia.
Menurut Faisal, semua kondisi yang disebutkan itu merupakan instabilitas sosial, ditambah lagi jurang kaya miskin semakin melebar. Sehingga dia menyarankan, jika mendapatkan rejeki lebih baik jangan dipakai untuk yang non esensial, tapi ditabung untuk menghadapi kemungkinan yang sudah semakin terang akan terjadi yaitu resesi. “Jadi social instability ini bahaya. Kalau enggak (bisa) kolaps,” tutur dia.
Baca Juga: Sarankan Tak Buru-buru Bangun IKN, Faisal Basri: Lebih Baik Fokus pada Instabilitas Sosial
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.