TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti membeberkan sederet bukti neraca keuangan sektor korporasi masih aman menghadapi pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat--terutama yang berkaitan dengan utang luar negeri.
Posisi ini tergambar dari perkembangan utang luar negeri (ULN) swasta atau korporasi yang terus turun. Pada Juni lalu, utang luar negeri di rentang US$ 208-209 miliar. Sedangkan pada Juli menjadi US$ 206 miliar dan Aguatus tersisa US$ 204,1 miliar.
"Artinya dari korporasi, mereka lebih berhati-hati dalam memanfaatkan utang luar negeri," kata Destry saat konferensi pers secara virtual, Kamis, 20 Oktober 2022.
Selain itu, dari sisi tenornya, Destry menekankan ULN tetap didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa 75,1 persen terhadap total ULN swasta. Menurut jangka waktu asalnya, utang jangka panjang sebesar US$ 153,33 miliar, sedangkan utang jangka pendek US$ 50,85 miliar.
"Jangka menengah panjang sekitar 75 persen sementara yang di bawah 1 tahun relatif sangat sedikit. Suku bunganya juga cenderung fix dan mereka sudah membukukan sebelum Fed Fund Rate terjadi di awal tahun ini," ucapnya.
Baca: Gubernur BI Sebut Fed Fund Rate Bakal Higher for Longer, Apa Dampaknya Bagi Rupiah?
Destry juga memastikan bank sentral telah melakukan simulasi mengenai kemampuan sektor korporasi untuk memenuhi kewajiban-kewajiban utang pada saat nilai tukar rupiah tembus ke level Rp 15.579 per dolar Amierika. Hasilnya, kemampuan bayar mereka masih kuat.
"Masih cukup solid walupun analisa secara granular tetap akan kami lakukan tapi industrial wide secara umum untuk korporasi yang besar mereka masih tetap relatif punya daya tahan dengan karakterisitk ULN korproasi seperti yang saya sebutkan tadi," kata Destry.
Deputi Gubernur BI Juda Agung menambahkan, ketahanan neraca keuangan sektor korporasi untuk memenuhi pembayaran utang luar negeri pun tergambar dari interest coverege ratio atau rasio cakupan bunga yang sudah di atas 3 persen. "Dan bahkan untuk yang ekspor itu sudah berada di 5 coverege rationya. Jadi ini menunjukkan korporasi kita kondisinya semakin strong, begitu juga rasio utangnya terhadap laba membaik. Ini menunjukkan bahwa korporasi kita dari sisi kemampuan leveragenya juga semakin baik," kata Juda.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) Bank Indonesia per 20 Oktober 2022, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah bertengger di level Rp 15.597. Angka ini naik 0,68 persen dari posisi kemarin, 19 Oktober, sebesar Rp 15.491 per dolar AS.
Baca juga: BI Perpanjang DP Nol Persen untuk Kredit Otomotif dan Properti Hingga Desember 2023
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini