TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tengah meningkatkan lini bisnis penerbangan angkutan barang atau kargo. Manajemen melihat tren bisnis kargo tumbuh lebih tinggi ketimbang angkutan penumpang.
Direktur Layanan dan Niaga Garuda Indonesia Ade R. Susardi mengatakan sejak pandemi Covid-19, bisnis angkutan penumpang lesu. Jumlah penumpang maskapainya menurun drastis dalam dua tahun karena pembatasan perjalanan.
"Fokus kita terhadap kargo akan tetap seperti sekarang atau malah ditingkatkan karena kita tahun ini, (kargo) menjadi salah satu penopang bisnis kita di Garuda," ujar Ade seusai acara pemaparan publik secara virtual pada Kamis, 20 Oktober 2022.
Baca juga: Bos Garuda Blak-blakan Kondisi Terakhir Keuangan Perusahaan Setelah Lolos PKPU
Ade menuturkan bisnis kargo berhasil mengerek pendapatan emiten berkode saham GIAA itu. Apalagi, maskapai memiliki kapasitas armada yang cukup besar untuk menampung barang. Sejalan dengan itu, market share lini penerbangan kargo terus melaju di jalur positif.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengakui perseroan sempat lesu darah lantaran pandemi Covid-19. Hingga 2021, ekuitas perseroan negatif US$ 5,3 miliar.
Irfan mengatakan perbaikan baru terjadi setelah manajemen melakukan restrukturisasi secara masif, terutama untuk mereposisi utang sewa pesawat. Sekitar 70 persen utang Garuda Indonesia, kata dia, merupakan beban sewa kepada lessor.
Ketika pandemi mereda pada September 2021, Irfan mengatakan perusahaan sudah mampu memperkecil gap antara pendapatan dan biaya. Sebab, angkutan penumpan mulai tumbuh. Perseroan juga berhasil meningkatkan pendapatan dari bisnis kargo hinggsa mendapatkan relaksasi dari pemerintah.
Selanjutnya pada Juni 2022, perseroan mencatatkan laba bersih sebesar US$ 3,86 miliar. Kondisi keuangan Garuda Indonesia membaik seiring dengan implementasi efesiensi biaya, restrukturisasi keuangan, termasuk program-program pensiun dini terhadap para karyawan. Perseroan pun mencatatkan perbaikan ekuitas, yang tadinya minus US$ 3,5 miliar, menjadi minus US$ 1,5 miliar.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Dirut Garuda Indonesia Ungkap Masalah Fundamental yang Membebani Perusahaan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini