TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komite Tetap Energi Baru Terbarukan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Muhammad Yusrizki mengatakan industri di Indonesia yang mengonsumsi listrik dalam jumlah besar akan terancam gulung tikar. Sebab, kandungan emisi dalam sistem kelistrikan Indonesia masih sangat tinggi sehingga membuat investor beralih ke luar negeri.
"Saat ini investasi itu bukan lagi zamannya hanya untuk bisnis semata, tapi zaman faktor emisi, faktor kebijakan perubahan iklim menjadi acuan pertama ketika memutuskan untuk berinvestasi," ujarnya dalam acara virtual Tempo Energy Day 2022 bertajuk Landscape Industri Menuju Net Zero Emission atau NZE pada Kamis, 20 Oktober 2022.
Indonesia menjadi kalah saing jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Listrik di Vietnam memiliki kandungan emisi sekitar 500 hingga 600 kilowatt hour.
Baca: Transisi Energi Butuh Dana USD 1 Triliun, dari Mana Sumbernya?
Sedangkan Malaysia di angka 500 per kilowatt hour dan Singapura sebanyak 400 kilowatt hour karena kedua negara tersebut menggunakan gas sebagai sumbernya. Sementara listrik di Indonesia yang listriknya masih bersumber dari batu bara mengandung emisi sebanyak 800 gram per kilowatt hour.
Ia mengungkapkan investor asing saat ini pun sudah meminta agar agar Indonesia menggunakan energi baru terbarukan (EBT). Bahkan, kata dia, beberapa investor meminta agar sepenuhnya menggunakan renewable energy atau EBT. Hal itu yang kini menjadi tantangan pelaku industri di Indonesia.
"Sebagian (investor) sudah mengatakan akan keluar dari Indonesia karena memang mereka itu dari perusahaan-perusahaan besar yang sudah berkomitmen menjadi net zero emision company," ucapnya.
Selanjutnya: H&M, Nike, Adidas, Uniqlo adalah contoh perusahaan yang berkomitmen jadi NZE company.