TEMPO.CO, Jakarta -Ekonom Universitas Gadjah Mada atau UGM Fahmy Radhi mengatakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang percepatan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) untuk penyediaan tenaga listrik cukup komprehensif. Namun dia menilai implementasinya akan menimbulkan masalah yang harus di atasi.
“Misalnya penetapan harga beli EBT ke PT PLN lagi. Ini ada semacam trade off kalau dipenuhi harga sesuai dengan harga keekonomian, pengusaha akan menaikkan harga pokok produksi penyediaan listrik dan ini akan berpengaruh terhadap tarif listrik. Sehingga akan menambah beban kalau tarif dinaikan misalnya,” ujar dia dalam acara virtual Tempo Energy Day 2022 pada Rabu, 19 Oktober 2022.
Fahmy mengusulkan agar pengusaha diberikan subsidi, sehingga menerima sesuai dengan harga keekonomian jadi tarifnya tidak naik dan beban itu dialihkan pada subsidi. Dia menilai itu adalah hal yang biasa, karena memang dalam rangka untuk mendorong pemanfaatan BT, tanpa itu wirausaha akan kurang berminat.
Sementara jika semua diserahkan ke PT PLN, Fahmy meyakini PT PLN tidak akan mampu. “Saya katakan Perpres ini sudah bagus sangat komprehensif, tapi dalam implementasinya itu akan menghadapi tantangan, permasalahan yang harus di atasi,” ucap dia.
Sedangkan masalah kapasitas pembangkit EBT yang sifatnya intermittent bisa diatasi dengan penggunaan energi nuklir. Menurut Fahmy, Indonesia memiliki uranium dan Presiden Joko Widodo alias Jokowi juga sudah memberikan sinyal untuk mengembangkan energi nuklir
Hanya saja, Fahmy berujar, permasalahannya ada pada rencana energi nasional, di mana nuklir ditempatkan pada prioritas terakhir. Dia mengusulkan hal itu harus diubah, dan menempatkan energi nuklir pada prioritas yang harus dikembangkan. “Bagi Indonesia negara kepulauan yang terbesar ini penggunaan nuklir itu sangat wajar,” katanya.
Namun, Fahmy menambahkan, masalahnya adalah public aqseptence-nya masih rendah dan penolakan dari masyarakat masih besar. Dia mengatakan masalah itu bisa ditempuh dengan melakukan publik komikasi, edukasi, dan sebagainya, termasuk teknologi yang digunakan juga harus dikembangkan
Fahmy bercerita bahwa dirinya pernah ke Rusia dan melihat simulasi tentang pengamanan dalam pemanfaatan energi nuklir supaya tidak terjadi kecelakaan dan standarnya itu zero apcidence. Jika teknologi itu digunakan, maka bisa dikomunikasikan kepada DPR dan masyarakat bahwa saat ini teknologi nuklis sudah aman
“Nah itu salah satu solusi untuk mengatasi dari pembangkit intermitten, kapasitas terbatas maka solusinya adalah nuklir,” kata Fahmy.