“Arahannya sudah ke sana, upaya lain menugaskan perusahaan-perusahaan untuk memperluas IUP-nya supaya yang tadinya ilegal supaya harus legal sehingga ada yang bertanggungjawab,” kata dia.
Dari sisi penguatan hilir, dia meminta agar pelaku usaha untuk mulai menjajaki kesempatan konsorsium untuk berinvestasi lebih intensif pada pembangunan industri pengolahan lanjutan balok timah. Menurutnya, intensifikasi investasi hilir menjadi krusial untuk melakukan penetrasi pasar mendatang di tengah jejaring rantai pasok industri turunan seperti elektronik dan otomotif yang sudah terbentuk sebelumnya.
“Bisakah kita setelah produksi tin solder siapa yang akan beli produk kita, jangan sampai kita bisa buat tetapi kita justru tidak bisa jual,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM melaporkan produksi timah di dalam negeri mencapai 34.610 ton pada 2021. Adapun, torehan ekspor mencapai 28.250 ton atau 98 persen dari keseluruhan produksi saat itu. Di sisi lain, Kementerian ESDM menargetkan produksi logam timah mencapai 70.000 ton logam timah pada 2022. Sementara itu, realisasi produksi sudah mencapai 9.654,72 ton dan penjualan sudah menyentuh 9.629,68 ton per Mei 2022.
Di sisi lain, rata-rata harga timah murni batangan sepanjang 2015 hingga 2022 berada di posisi US$22.693 per ton. Adapun, sejak 2 tahun belakangan, harga timah murni batangan itu melonjak di angka US$30.207 per ton pada 2021 dan US$41.256 per ton pada April 2022 lalu.
Sementara itu, tarif royalti timah yang berlaku saat ini masih bersifat flat sebesar 3 persen. Artinya, tarif royalti yang dikenakan kepada badan usaha tidak berubah dari acuan 3 persen walaupun harga jual komoditas itu berfluktuasi tinggi akhir-akhir ini.
Pada kesempatan lain, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah bakal mengumumkan rencana lebih lanjut ihwal penyetopan ekspor sejumlah komoditas mineral, seperti timah, bauksit, dan tembaga pada November 2022 mendatang. Bahlil mengatakan, pemerintah belakangan tengah memetakan sejumlah skenario hilirisasi dari komoditas mineral tersebut.
“Kami lagi godok aturannya. Kami akan bicara soal sistem hilirisasinya, pohon ekonominya sejauh mana,” kata Bahlil selepas acara Orasi Ilmiah PTFI di Universitas Indonesia, Depok, awal bulan ini.
Bahlil menargetkan regulasi terkait dengan larangan ekspor sejumlah komoditas mineral itu dapat rampung bulan depan. Menurutnya, kebijakan larangan ekspor itu mesti diikuti dengan program hilirisasi yang optimal di dalam negeri.
Baca: Sri Mulyani Beri BPKP Penghargaan karena Raih WTP 14 Tahun Beruntun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini