TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menilai surplus neraca perdagangan sepanjang September menunjukkan Indonesia mampu bertahan di tengah berbagai krisis dan ancaman resesi. Karena itu, ia memprediksi perdagangan di Tanah Air masih akan mengalami surplus hingga akhir tahun.
“Meskipun harga komoditas cenderung melandai, permintaan global melemah, dan terdapat ancaman resesi pada 2023, Indonesia diperkirakan masih dapat menikmati surplus neraca perdagangan di tahun ini,” kata Zulkifli dalam keterangan tertulis pada Rabu, 19 Oktober 2022.
Surplus pada September menjadi capaian surplus bulanan ke-29 secara berturut-turut sejak Mei 2020. Bulan lalu, neraca perdagangan tercatat surplus US$ 4,99 miliar. Surplus disumbang perdagangan nonmigas sebesar US$ 7,09 miliar dan defisit perdagangan migas sebesar US$ 2,10 miliar.
Zulkifli berujar Indonesia mampu mencapai surplus di tengah sejumlah tekanan kondisi perekonomian global, seperti lonjakan inflasi di sejumlah negara dan konflik Rusia dan Ukraina yang belum mereda. Kemudian, pengetatan kondisi keuangan di sebagian besar wilayah dan pandemi Covid-19 yang masih belum pulih sepenuhnya.
Adapun surplus perdagangan Indonesia pada bulan lalu itu didorong surplus dagang dengan beberapa negara mitra dagang. Negara mitra penyumbang surplus terbesar adalah Filipina dengan nilai mencapai US$ 1,13 miliar. Selanjutnya, surplus perdagangan dengan India sebesar US$ 1,07 miliar dan surplus perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) senilai US$ 1,07 miliar.
Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari hingga September 2022 mengalami surplus US$ 39,87 miliar. Komoditas nonmigas menjadi penopang surplus perdagangan Januari hingga September 2022 senilai US$ 58,75 miliar. Sedangkan defisit migas mencapai US$ 18,89 miliar.
"Angka tersebut jauh melebihi capaian surplus perdagangan tahun 2021 sebesar US$ 35,33 miliar," kata Zulkifli.
Baca juga: Mendag Zulhas: RI Buka Pasar Ekspor Baru ke Asia Selatan hingga Eropa Timur
Sementara itu, total ekspor pada September 2022 mencapai US$ 24,80 miliar atau turun 10,99 persen dibanding Agustus 2022 secara bulanan. Penurunan ekspor tercatat mengikuti pola penurunan pada bulanan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya.
Penurunan nilai ekspor nonmigas mendorong turunnya nilai ekspor secara keseluruhan. Ekspor nonmigas turun sebanyak 10,31 persen secara bylanan dan ekspor migas turun 21,41 persen MoM.
Penyebab turunnya nilai ekspor secara bulanan pada September 2022 adalah melorotnya permintaan dan harga komoditas di pasar global serta turunnya ekspor produk unggulan Indonesia. Tercatat beberapa produk utama ekspor nonmigas yang mengalami kontraksi pada September 2022 dibanding Agustus 2022, antara lain lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) turun 31,91 persen; tembaga dan barang daripadanya (HS 74) turun 31,05 persen; pakaian dan aksesorinya (rajutan) (hs 61) turun 30,75 persen; timah dan barang daripadanya (hs 80) turun 25,33 persen; serta pakaian dan aksesorisnya (bukan rajutan) (HS 62) turun 18,18 persen.
Nilai impor Indonesia pada September 2022 juga mengalami penurunan sebesar 10,58 persen. Total ekspor September 2022 ialah US$ 19,81 miliar. Angka itu turun dibanding dengan Agustus 2022, namun masih naik 22,01 persen ketimbang September tahun lalu.
“Penurunan kinerja impor pada bulan September 2022 dipicu oleh menurunnya impor nonmigas sebesar 11,21 persen MoM dan penurunan impor migas turun 7,44 persen secara bulanan,” ucap Zulkifli.
Ia menduga impor pada September turun akibat terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang membuat impor menjadi semakin mahal. Selain itu, kata dia, penurunan impor turut disebabkan oleh menurunnya konsumsi domestik. Hal ini tecermin dalam prakiraan Indeks Penjualan Riil (IPR) Bank Indonesia yang terkontraksi 0,9 persen secara bulanan dan pelemahan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang melemah menjadi 124,7 pada September 2022.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Mendag Zulhas: RI Buka Pasar Ekspor Baru ke Asia Selatan hingga Eropa Timur
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini