TEMPO.CO, Jakarta - Peluang para pelaku UKM/IKM untuk memulai menjadi eksportir sangat terbuka lebar saat ini. Selain didukung sejumlah fasilitas digital, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia juga terus mendorong kemudahan akses. Mulai dari akses pembiayaan hingga penyederhanaan perizinan ekspor.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, berbagai kebijakan yang telah dibuat pemerintah diharapkan dapat mengakselerasi pencetakan eksportir baru di Indonesia secara maksimal. “Pemerintah akan terus memberikan dukungan kebijakan bagi pelaku usaha untuk melakukan ekspor,” ujarnya dikutip Tempo dari ekon.go.id.
Meski demikian, untuk menjadi seorang eksportir tidak semudah membalikkan telapak tangan. Beberapa ada yang berhasil dan sebagian harus mengalami kegagalan saat melakukan ekspor. Untuk itu, berikut lima hal yang harus dihindari sebelum memutuskan menjadi eksportir seperti dilansir dari Exporthub:
1. Pengetahuan Produk Minim
Pengetahuan maksimum terhadap produk yang hendak diekspor bisa menjadi elemen untuk menambah nilai kepercayaan buyer. Pun sebagai eksportir harus memahami apakah produk yang akan dijual termasuk barang dilarang ekspor atau bukan. Maka dari itu, eksportir pemula wajib mendalami informasi produk yang akan ditawarkan ke buyer.
2. Tidak Menyiapkan Dokumen Ekspor
Bagi pelaku usaha yang hendak memulai ekspor, ada beberapa dokumen yang harus disiapkan sebelumnya. Dokumen-dokumen tersebut di antaranya invoice, packing list, bill of lading, dll. Dokumen memiliki peran sangat penting lantaran berfungsi sebagai alat pemeriksaan dan jaminan atas besarnya risiko kegiatan ekspor.
3. Informasi Kapasitas Produksi dan Persediaan Minim
Dilansir dari Investopedia, kapasitas produksi adalah tingkat output maksimum yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk membuat produk atau menyediakan layanan. Calon eksportir harus memiliki informasi lebih terhadap kapasitas dan persediaan produksi ini. Pasalnya, hal ini dapat membantu buyer dalam meproyeksi pesanan sekaligus melancarkan distribusi produk jika terjadi repeat order.
4. Menentukan Harga Jual Terlalu Tinggi
Para pelaku usaha yang berorientasi ekspor perlu terlebih dahulu melakukan survei harga pasar dari produk yang dijual. Bisa dilakukan dengan mengetahui harga produk kompetitor yang dijual di negara tujuan ekspor sebagai pembanding. Apabila harga jual dipatok terlalu tinggi, kemungkinan buyer melirik produk juga semakin kecil.
5. Tidak Menindaklanjuti Penawaran Produk ke Buyer
Setiap buyer memiliki karakternya masing-masing. Ada yang aktif dan ada juga yang pasif dalam menggali seputar produk yang dimiliki eksportir. Sebaiknya, eksportir selalu melakukan follow up ke buyer. Ini dapat memberikan informasi kesesuaian produk atau penawaran sesuai dengan permintaan buyer.
HARIS SETYAWAN
Baca juga: Begini Cara Mengurus Dokumen Pemberitahuan Ekspor