Selanjutnya, dari sisi alinyemen horizontal, Jalan Transyogi memiliki struktur yang ideal. Menurut Wildan, jalan ini tidak memiliki tikungan patah maupun tikungan ganda sehingga risiko terguling, terbanting atau oversteer/understeer dapat dihindari.
"Secara umum kami menyatakan Jalan Transyogi secara geometrik jalan desainya regulating road. Risiko terpaparnya kendaraan karena terpengaruh geometrik jalan sangat kecil sekali," ucapnya.
Selain itu, saat terjadinya kecelakaan pada 18 Juli 2022 lalu, dia menekankan di Jalan Transyogi tidak ditemukan adanya jejak pengereman atau skidmark. Temuan ini pun menurut KNKT sesuai dengan kesaksian pengemudi yang sudah menyatakan adanya masalah pada rem kendaraannya.
Meski demikian, Wildan menekankan desain perambuan dan marka jalan masih mengakomodasi untuk kepentingan lalu-lintas lokal dengan kecepatan rendah. Misalnya, adanya pita penggaduh pada badan jalan, tingginya bukaan median, hingga tingginya akses jalan minor ke jalan utama.
"KNKT juga mencermati keberadaan rambu yang bercampur dengan iklan atau reklame di sepanjang jalan," tutur dia.
Tercampurnya reklame iklan dan rambu di Jalan Transyogi ini dianggap dapat mengganggu pengemudi. Pengemudi bahkan dpat mengabaikan informasi yang disampaikan oleh rambu dimaksud karena terlalu banyak informasi yang diterima oleh pengemudi di sisi jalan.
"Kondisi ini merupakan hazard dan bisa menurunkan kewaspadaan pengemudi dan bahaya lainnya," ujarnya.
Baca juga: Polisi Selidiki Kelayakan Truk Tangki Pertamina dalam Kecelakaan di Cibubur
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini