TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS membeberkan perkembangan impor secara kumulatif pada periode Januari-September 2022. Total impor pada periode tersebut mengalami peningkatan sebesar 28,93 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya menjadi sebesar US$ 179,49 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan bahwa untuk impor nonmigas meningkat sebesar 21,68 persen menjadi sebesar US$ 148,44 miliar. Ada pun share impor nonmigas terbesar pada periode ini adalah komoditas mesin peralatan mekanik dan bagiannya, serta mesin perlengkapan elektrik dan bagiannya.
“Untuk mesin peralatan mekanik dan bagiannya atau HS 84 ini nilainya US$ 23,21 miliar atau share-nya 15,63 persen. Kemudian mesin terlengkap elektrik dan bagiannya atau HS 85 nilainya US$ 20 miliar dengan share sebesar 13,47 persen,” ujar dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2022.
Selanjutnya, Setianto juga melihat perkembangan impor menurut penggunaan pada periode Januari-September 2022. Untuk seluruh kategori impor menurut penggunaan ini, kata dia, mengalami peningkatan pada periode tersebut dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca: Jokowi Mau Stop Impor Aspal, Energy Watch: Perusahaan Cari yang Paling Murah
Pada Januari-September 2022 nilai impor tertinggi terjadi pada bahan baku penolong yaitu sebesar US$ 138,46 miliar. “Sedangkan kenaikan tertinggi pada barang modal sebesar 32,17 persen serta impor bahan baku atau penolong ini menyumbang 77,14 persen dari total impor Indonesia,” ucap dia.
Sementara, peningkatan impor komoditas nonmigas terbesar terjadi pada logam mulia dan perhiasan atau permata dengan kode HS 71. “Impor logam mulia dan perhiasan atau permata bertambah sebesar US$ 182,5 juta atau meningkat 50,37 persen. Berdasarkan negara asal barang peningkatan terbesar berasal dari Singapura, Tiongkok, dan Afrika Selatan,” ujar dia.
Adapun untuk penurunan impor komoditas nonmigas terbesar, BPS mencatat, terjadi pada komoditas besi dan baja atau HS 72 sebesar US$ 342,2 juta atau turun sebesar 25,57 persen. Berdasarkan negara asal barang penurunan terbesar ini sebagian besar berasal dari Tiongkok, Afrika Selatan, dan Jepang.
Sementara, jika melihat negara dengan peningkatan impor nonmigas terbesar ada 5 negara yakni Brazil, Hungaria, Bulgaria, Singapura, dan Italia. Peningkatan impor nonmigas terbesar dari Brazil meningkat US$ 77,2 juta atau meningkat 23,63 persen.
“Dengan peningkatan terbesar untuk komoditas ampas dan sisa industri makanan atau HS 23. Kemudian biji logam perak dan abu atau HS 26 serta produk farmasi atau HS 30,” ucap Setianto.
Setianto menuturkan juga ada 5 negara dengan penurunan impor nonmigas terbesar itu terjadi impor dari Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, India, dan Afrika Selatan. Penurunan impor nonmigas terbesar dari Tiongkok sebesar US$ 883,3 juta atau turun 13,44 persen.
Penurunan terbesar di Tiongkok khususnya untuk komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya atau HS 85, besi dan baja HS 72, serta dan peralatan mekanik serta bagiannya atau HS 84.
Selanjutnya jika melihat pangsa impor nonmigas, ada 3 negara terbesar yaitu Tiongkok, Jepang, dan Australia. Tiongkok memiliki pangsa sebesar US$ 5,69 miliar atau 34,74 persen; Jepang nilainya US$ 1,30 miliar atau 7,93 persen; dan Australia nilainya US$ 0,91 juta atau 5,53 persen.
Baca: BPS: Impor Logam Mulia dan Permata Naik, Terbesar dari Singapura, Cina, Afrika
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini