TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat neraca perdagangan Indonesia pada September 2022 mengalami surplus US$ 4,99 miliar. Neraca perdagangan ditopang oleh ekspor sebesar US$ 24,8 miliar.
"Sementara itu, impor US$ 19,81 miliar,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2022.
Dengan demikian, Indonesia telah membukukan surplus selama 29 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Setianto merincikan, neraca perdagangan komoditas nonmigas mencatatkan surplus sebesar US$ 7,09 miliar.
Adapun komoditas penyumbang surplus terbesar ialah bahan bakar mineral atau HS 27, lemak dan minyak hewan atau nabati HS 15, serta besi dan baja HS 72. “Sedangkan neraca perdagangan untuk komoditas migas ini menunjukkan defisit yang sebesar US$ 2,10 miliar utamanya komoditas penyumbang defisit adalah minyak mentah dan hasil minyak,” kata Setianto.
BPS juga mencatatkan ada tiga negara dengan surplus neraca perdagangan nonmigas terbesar, yaitu Amerika Serikat, India, dan Filipina. Surplus neraca perdagangan dari Amerika Serikat sebesar US$ 1.257,82 juta. Ekspor ke Amerika terbesar tercatat untuk komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya atau HS 85, alas kaki HS 64, serta lemak dan minyak hewani atau nabati atau HS 15.
Baca juga: Indika Energy Bicara Permintaan Ekspor Batu Bara ke Eropa
Sementara itu, neraca perdangangan ke India ini mengalami surplus US$ 1.219,4 juta. Ekspor terbesar tercatat untuk komoditas lemak dan minyak hewan nabati HS 15, bahan bakar mineral HS 27, serta besi dan baja HS 72.
“Serta Filipina dengan nilai (neraca perdangan) sebesar US$ 1.132,5 juta, utamanya untuk komoditas bahan bakar mineral HS 27, kendaraan dan bagiannya HS 87, bijih logam, perak dan abu HS 26,” ucap dia.
Meski secara keseluruhan surplus, sejumlah kelompok komoditas mengalami defisit neraca perdagangan. Untuk perdagangan nonmigas, defisit neraca dagang terbesar dari Australia, Thailand, dan Brazil. Perdagangan impor-ekspor dari dan menuju Australia mengalami defisit US$ 647,5 juta. Defisit ditopang bahan bakar mineral HS 27, serealia HS 10, serta logam mulia dan perhiasan atau permata HS 71.
Sedangkan defisit neraca dagang untuk Thailand sebesar US$ 334 juta, utamanya untuk komoditas mesin dan peralatan mekanik serta bagiannya atau HS 84, plastik dan barang dari plastik HS 39, serta kendaraan dan bagiannya atau HS 87. Kemudian neraca perdangan dengan Brazil defisit dengan nilai US$ 263,1 juta.
Defisit ini ditopang untuk komoditas ampas dan industri makanan atau HS 23, gula dan kembang gula HS 17. Selain itu, defisit ditopang perdagangan untuk kelompok daging hewan dengan HS 02.
Baca juga: Ancaman Resesi 2023, Ekonom: Bisnis yang Mengandalkan Pasar Domestik Masih Aman
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini