TEMPO.CO, Jakarta -Chief Investment Officer Bank DBS Hou Wey Fook mengungkapkan saham perusahaan teknologi berpotensi cuan ke depannya setelah ancaman resesi global pada 2023. Ini karena dari sisi fundamentalnya saham-saham perusahaan teknologi kuat meski pada saat masa krisis seperti saat ini nilainya mengalami penurunan.
Saham-saham teknologi itu disebutnya merupakan saham-saham Big Tech atau saham perusahaan-perusahaan teknologi besar, seperti Amazon, Microsoft, Google dan Apple. Kata Hou saham Big Tech memiliki pola kebalikan pertumbuhan dengan imbal hasil US Treasury, ketika US Treasury naik maka saham Big Tech biasanya turun, sedangkan ketika US Treasury turun saham Big Tech melejit.
"Di pasar ekuitas kita pikir Big Tech companies seperti Apple, Microsoft, Google, dan semi conducter companies," kata dia dalam diskusi virtual, Kamis, 13 Oktober 2022.
Hou menjelaskan setelah Simposium Jackson Hole pada Agustus lalu, ekuitas AS menerima dampak buruk dari sikap Bank Sentral AS yang semakin agresif menaikkan suku bunga acuannya dan pengetatan kebijakan moneternya. Ini meningkatkan kemungkinan pelambatan ekonomi yang drastis.
Tapi, Hou menekankan, Bank DBS tetap yakin terhadap indeks saham teknologi di AS karena disrupsi digital bersifat sementara serta pendapatan dan ketahanan margin Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) dari sektor itu terjaga.
Menurut Hou sektor ini diperkirakan mencatat pertumbuhan pendapatan masing-masing sebesar 21 persen pada 2022 dan 10 persen pada 2023 berhadapan dengan 10 persen dan 6 persen untuk pasar ekuitas global.
Pada saat musim pendapatan kuartal II - 2022 baru-baru ini, saham-saham perusahaan teknologi kata dia menyumbang pendapatan yang kuat sebesar 82,9 persen. Dalam hal profitabilitas, margin operasi perusahaan teknologi saat ini 11 persen lebih lebar dari pasar AS secara umum.
"Secara keseluruhan, fundamental untuk saham-saham teknologi tetap kuat meskipun ada hambatan ekonomi," ujar Hou.
Dengan catatan itu, Bank DBS kata dia akan tetap mempertahankan pandangan konstruktif pada saham teknologi di AS karena dampak dari kenaikan imbal hasil obligasi telah cukup diperhitungkan oleh sektor ini.
Meski para investor mengkhawatirkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, Hou menekankan sektor teknologi terus menunjukkan ketahanan yang kuat. Seluruh sektor teknologi pun kata dia menunjukkan pertumbuhan yang kuat dari sisi pendapatan, seperti Software & Services 84 persen, Technology Hardware & Equipment 79 persen, and Semiconductors & Semiconductor Equipment 84 persen.
Margin EBITDA untuk perusahaan-perusahaan teknologi pun kata dia akan meningkat dari posisi 2021 sebesar 33,3 persen menjadi 35 persen pada 2022. Ini menurut Hou menunjukkan kemampuan sektor teknologi untuk mempertahankan marginnya meskipun tekanan inflasi meningkat.
"Pertahankan ekspor US ke saham-saham teknologi AS untuk mengatasi hambatan dari imbal hasil obligasi yang tinggi," ujar Hou.
Baca Juga: Saham Bank Mandiri Cetak Rekor Tertinggi, Dirut Klaim Dampak Transformasi Bisnis
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini