TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebutkan upaya pemerintah mengendalikan inflasi di Tanah Air secara detail cukup berhasil. Bahkan laju inflasi saat ini lebih rendah dari perkiraan akan mencapai 6,8 persen menyusul kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu.
"Kemarin dihitung 6,8 persen, jatuhnya di 5,9 persen karena pemda-pemda sudah mulai bergerak ke sana. Saya cek, cek, cek, secara sampling sudah bergerak," kata Jokowi saat memberi pengarahan dalam Investor Daily Summit 2022 di Jakarta, Selasa, 11 Oktober 2022.
Relatif lebih baiknya pengendalian inflasi di Indonesia, menurut kepala negara, terlihat bila dibandingkan dengan negara lain seperti Argentina yang sudah mencapai 83,5 persen.
Baca: Risiko Resesi Global Meningkat, Bos IMF: Dukungan Fiskal Harus Tepat Sasaran
Jokowi menjelaskan, hal tersebut cukup terbantu oleh kinerja Bank Indonesia selaku bank sentral dengan Kementerian Keuangan yang bekerja beriringan, sarat komunikasi, dan minim tumpang tindih.
"Yang saya lihat dalam keseharian antara bank sentra kita, BI, dengan Kementerian Keuangan ini berjalan beriringan, berjalannya rukun, tidak saling tumpang tindih. Ini yang saya lihat, komunikasinya baik, sehingga fiskal dan moneter itu bisa berjalan bersama-sama," tuturnya.
Lebih jauh, Jokowi yakin tidak ada negara lain yang melakukan kerja sedetail Indonesia dalam menekan inflasi. Sebab, pada umumnya, negara-negara lain dalam mengendalikan kenaikan harga barang dan jasa hanya bertindak melalui bank sentral yang menaikkan suku bunga.
"Tapi kita tidak hanya urusan menaikkan suku bunga yang itu menjadi kewenangan dari Bank Indonesia, tetapi dalam praktik riil kita juga langsung masuk ke sumbernya, yaitu apa? Kenaikan (harga) barang dan jasa," ucap Jokowi.
Ia lalu menjabarkan setidaknya sudah dua kali mengumpulkan seluruh kepala daerah untuk pengarahan terkait pengendalian inflasi dan akan terus dilakukan secara berkala dibarengi evaluasi setiap dua pekan sekali.
Selain pengarahan, Presiden Jokowi juga telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk menggunakan Dana Transfer Umum (DTU) sebesar dua persen dan juga pos anggaran belanja tidak terduga di postur APBD masing-masing untuk membiayai upaya-upaya pengendalian inflasi.
Jokowi mencontohkan b agaimana menangani kenaikan harga bawang merah di Lampung dan sumber produksi bawang merah ada di Brebes. "Karena harga bawang merah naik di Lampung, pemda bisa langsung beli ke Brebes atau menutup ongkos transportasi dibebankan ke APBD," tuturnya.
Setelah dihitung, biaya yang harus dikeluarkan untuk menutup ongkos pengangkutan komoditas pangan tersebut relatif murah.
Contoh lain adalah saat ada kenaikan harga telur ayam di Jabodetabek yang mendorong kenaikan inflasi. Menurut kepala negara, hal itu juga bisa ditanggulangi dengan menyambungkan kebutuhan itu ke daerah produsen komoditas seperti Blitar.
"Sudah ongkos angkut dari Blitar ke Jabodetabek ditutup oleh pemda. Sehingga harga itu adalah harga peternak, harga petani," kata Jokowi. "Cari negara yang kerja kayak kita sedetail itu, enggak ada. Pengendaliannya pasti makro oleh bank sentral."
ANTARA
Baca juga: Jokowi Sebut Perekonomian Global Tahun Depan Gelap, Apa itu Resesi Ekonomi?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.