TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK meluncurkan chatbot customer support technology dalam acara OJK Virtual Innovation Day (OVID) 2022. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan teknologi ini menampung aduan konsumen yang dirugikan oleh penyedia jasa keuangan, seperti pinjaman online (pinjol).
“Chatbox ini menarik banget karena sebagaimana mandat dalam UU OJK di atur bahwa OJK melakukan pelayanan pengaduan konsumen. Salah satunya adalah menyiapkan perangkat yang memadai,” ujar dia di Wisma Mulia 2, Jakarta Selatan, Senin, 10 Oktober 2022.
Menurut Friderica, chatbot tersebut merupakan salah satu upaya OJK untuk membangun digital trust system. Tujuannya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri keuangan digital.
“Sehingga konsumen akan dibantu untuk menyelesaikan keluhan mereka terkait layanan keuangan digital melalui kanal pengaduan konsumen yang tepat,” kata dia.
Selain chatbot, OJK meresmikan modul literasi keuangan digital berisi kanal pengaduan konsumen. Serta program peningkatan kapasitas sumber daya manusia SDM dalam bidang supervisory technology (suptech) dan regulatory technology (regtech).
Baca juga: Inflasi Indonesia Jauh di Bawah Negara Maju, Jokowi: Patut Kita Syukuri
Semuanya merupakan hasil kerja sama antara OJK dan berbagai lembaga, seperti dengan Asian Development Bank (ADB), Bill & Melinda Gates Foundation, dan Cambridge Center for Alternative Finance. “Ini adalah bukti nyata dari OJK untuk masyarakat dalam memanfaatkan teknologi modern, khususnya dalam mengakses data keluhan nasabah secara real-time,” tutur Friderica.
“Dan mengidentifikasi potensi misconduct secara akurat serta meyakinkan konsumen bahwa suara mereka didengar.”
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan pentingnya digital trust system untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri keuangan digital. Hal itu dilakukan seiring dengan bertumbuhnya literasi digital dan tingkat penggunaan produk serta layanan keuangan digital. Menurut Mahendra kebutuhan membangun digital trust menjadi sangat fundamental.
“Mengingat meningkatnya berbagai risiko seiring dengan semakin terdigitalisasinya seluruh aktivitas masyarakat,” ujar dia.
Selain itu, kata dia, untuk memitigasi risiko, pengembangan digital trust juga penting. Khususnya meningkatkan keyakinan konsumen terhadap produk keuangan digital dan layanan yang berhubungan dengan aset dan data. “Serta privasinya terjaga dengan aman,” kata Mahendra.
Baca juga: Ancaman Resesi 2023, Target Indonesia Jadi Negara Maju 2045 Realistis?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini