TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyebut tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah masih tinggi, yaitu 67,2 persen. Angka itu sama dengan tingkat kepuasan pada tahun kedua ketika Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjabat untuk periode pertamanya, yakni pada 2016.
"Artinya harus kita akui leadership Presiden Jokowi, terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, rakyat telah memberikan satu kepercayaan yang luar biasa dalam penanganan masalah bangsa kita," kata dia dalam acara Rilis Survei Nasional yang diselenggarakan oleh Indikator Politik Indonesia secara virtual pada Ahad, 2 Oktober 2022.
Pada 2016, Bahlil mengatakan Indonesia tidak menghadapi pandemi Covid-19. Negara juga tidak mengalami krisis global dan tidak ada kenaikan harga BBM. Sedangkan saat ini, situasi global yang sangat kelam telah mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Kala pandemi Covid-19 belum berakhir, ekonomi global tergerus karena konflik geopilitik. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) belakangan ini juga membuat kondisi semakin tak pasti.
Bahlil berujar hampir semua negara di dunia mengalami pertarungan kepemimpinan. Jadi jika tidak mempunyai pemimpin dengan leadership yang baik, kata dia, Indonesia tidak akan mungkin dalam keadaan sebaik sekarang saat menghadapi krisis.
"Ekonomi global hari ini tidak ada satu pun yang dapat meramal, baik pakai ilmu teori ekonomi dengan kemampuan pengalaman empirisnya maupun ilmu langit," ujarnya.
Adapun Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan hasil surveinya yang menyatakan kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi sedikit mengalami kenaikan dibandingkan dengan awal September setelah kenaikan harga BBM. Tingkat kepuasan publik meningkat dari 63 persen ke 67 persen.
Namun ketimbang survei bulan lalu sebelum kenaikan harga BBM, kata dia, approval presiden sedikit mengalami penurunan. Evaluasi atas sejumlah kondisi umum nasional pun tampak mengalami kemunduran.
"Terutama kondisi ekonomi karena paling dekat atau terkait langsung dengan hajat hidup warga," tuturnya.
Meski lebih baik ketimbang survei tepat setelah kebijakan kenaikan harga BBM pada 3 September lalu, Burhan mengatakan persepsi ekonomi nasional lebih buruk dibandingkan dengan sebelum kenaikan harga BBM. Tren positif terhadap kondisi perekonomian harus terhenti dan mendekati situasi pada bulan April lalu ketika terjadi kelangkaan minyak goreng.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Malang, Arema FC Minta Korban Dilayani Maksimal: Biaya Sampaikan ke Manajemen
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini