TEMPO.CO, Jakarta - Sudah dua kali Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mengirim laporan mengenai dugaan pelanggaran aplikator ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Laporan pertama dikirim pada 29 Agustus 2022. Laporan kedua disampaikan pada 19 September 2022.
“Sampai saat ini Kemenhub mengklaim tidak menerima aduan,” kata Ketua SPAI, Lily Pujiati, ketika dihubungi Tempo, Minggu, 2 Oktober 2022. Karenanya, dia berencana akan bersurat ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Di samping itu, rencana mogok nasional juga masih SPAI pertimbangkan. Gerakan mogok akan diambil ketika tidak ada respons dari pemerintah. “Kami masih terus koordinasi dengan kawan-kawan daerah. Sedang kami diskusikan bersama,” kata Lily.
Dugaan pelanggaran yang SPAI laporkan ke Kemenhub adalah potongan aplikator yang dianggap merugikan pengemudi ojek online (ojol). Lily menyebut potingan aplikator berkisar 20 persen sampai 38 persen. Artinya melebihi batas ketentuan pemerintah sebesar 15 persen.
“Keputusan Menteri Perhubungan No. 667 Tahun 2022 yang mengatur tarif ojol dan potongan aplikator 15 persen, tidak dijalankan oleh aplikator,” kata Lily.
Ironisnya, lanjut Lily, peraturan tersebut hanya mengatur tarif dan potongan aplikator bagi layanan antar penumpang. Tidak termasuk layanan antaran barang barang dan makanan. Adapun layanan antar barang dan makanan diserahkan kepada mekanisme harga pasar, ditentukan sepihak oleh aplikator berdasar aturan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
“Karena itu SPAI mendesak Presiden untuk turun tangan dalam mengatasi pelanggaran aplikator dan kondisi kerja pengemudi ojol yang tidak layak,” ujar Lily.
SPAI, lanjut Lily, menuntut Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) untuk menetapkan pengemudi angkutan online sebagai pekerja sebagaimana dalam UU Ketenagakerjaan. Bukan lagi sebagai mitra. Pasalnya, dengan status mitra selama ini, aplikator tidak memenuhi hak-hak pengemudi sebagai pekerja.
“Katakanlah hak upah dan kerja yang layak, hak perempuan untuk cuti haid, cuti melahirkan, serta hak berserikat untuk mengaspirasikan suara pengemudi angkutan online,” kata dia.
Tempo berupaya meminta penjelasan dari Direktur Lalu Lintas Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan, Suharto, tetapi belum mendapat jawaban.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini