Lebih lanjut, isi dari Bali Compedium ini sendiri merupakan kompilasi best practices negara-negara anggota G20 dan beberapa negara invitee (undangan) yang terkait dengan penyelenggaraan sustainable investment (investasi berkelanjutan) dan aspek-aspek tertentu yang berkaitan langsung untuk jenis investasi tersebut, seperti lingkungan, pembiayaan, kebijakan dan lain-lain.
Dalam menyusun Kompendium Bali ini, Kementerian Investasi bekerjasama dengan UNCTAD dan Tim G20 FISIP Universitas Parahyangan dengan mekanisme menyebarkan Kuesioner yang isinya pertanyaan-pertanyaan terkait investasi berkelanjutan kepada negara-negara anggota G20 dan negara-negara undangan.
Riyatno juga menyebut proses penyusunan Kompendium Bali ini sebagai hal yang menarik. “Hal yang menarik dalam penyusunan Kompendium ini adalah proses penyusunan masih berlangsung sampai dengan H-1 Ministrial Meeting karena Belanda meminta jawaban kuesioner mereka dapat diakomodir walaupun batas pengumpulan jawaban kuesioner telah lewat,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan Kompendium Bali merupakan jalan tengah agar negara lain tak terlalu mengintervensi Indonesia. “Dengan kesepakatan Bali Kompendium ini semacam ada novum baru, ada pemahaman baru, kesepakatan baru yang dilakukan oleh negara-negara G20 untuk menghargai negara masing-masing,” ujarnya, Senin, 26 September 2022).
Ia menyebutkan kesepakatan tersebut akan menjadi acuan kebijakan masing-masing negara dalam merancang dan melaksanakan strategi untuk menarik investasi berkelanjutan. Adapun setiap negara memiliki kekuasaan dalam menyusun strategi prioritasnya, sesuai dengan keunggulan komparatifnya.
Bahlil menyebut Kompendium itu adalah langkah maju pemerintah Indonesia dalam mendorong investasi berkelanjutan dan inklusif. “Dengan demikian, tidak boleh lagi orang melarang kita untuk ekspor komoditas kita,” ujarnya.
Ia juga tak memungkiri bahwa kompendium ini bisa dijadikan ‘senjata’ untuk melawan negara-negara yang menggugat Indonesia di WTO (World Trade Organization) terkait kebijakan hilirisasi Indonesia, “Apakah ada kaitannya dengan WTO? Saya pikir ada. Karena mereka kan sudah terikat dengan kesepakatan ini. Kenapa lagi mereka harus mempersoalkan itu di WTO?,” ucap Bahlil.
DEFARA DHANYA PARAMITHA | BISNIS
Baca: Program Kompor Listrik Batal, Luhut: Kita Tidak Ingin Buru-buru Kemudian Bermasalah
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.