TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey membeberkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) saat ini belum membayar utang Rp 300 miliar kepada para pengusaha retail. Utang itu berasal dari selisih harga keekonomian minyak goreng dengan harga jual saat negara meminta peretail menjual minyak goreng murah pada awal tahun.
"Kami masih berharap pada Kemendag maupun instansi terkait, misalnya BPDPKS, kemudian verifikator dari Sucofindo untuk dapat mempercepat (pelunasan). Ini berkaitan dengan pendapatan kami," tuturnya saat ditemui di kantor Kementerian Perdagangan pada Ahad, 25 September 2022.
Roy mengatakan pemerintah perlu segera membayar selisih harga itu agar peretail tidak hanya bisa bertahan di tengah guncangan ekonomi, tetapi juga dapat berkembang atau berekspansi. Sebab, uang tersebut dapat digunakan untuk memperluas usahanya.
Adapun tumpukan utang bermula pada 19 April 2022. Kala itu Kementerian Perdagangan mengirimkan pesan kepada Aprindo yang isinya meminta pengusaha menyiapkan minyak goreng curah kemasan satu harga Rp 14 ribu. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 Tahun 2002, selisih harga pokok atau harga keekonomian dengan harga jual akan ditanggung oleh BPDPKS.
Roy menuturkan saat pemerintah meminta pengusaha menyiapkan minyak goreng kemasan seharga Rp 14 ribu, harga keekonomian di pasar sebesar Rp 17.260. Karenanya, ada selisih harga tiap kemasan Rp 3.260.
"Aprindo berharap dapat segera dikonsentrasikan, sehingga kami dapat terus melanjutkan program-program pemerintah. Misalnya yang berhubungan MinyaKita," tuturnya.
Di sisi lain, ia berujar produsen MinyaKita sedang meningkatkan kapasitas mesin produksi dan menambah mesin produksinya. Sehingga secara nasional, MinyaKita memerlukan dukungan peretail agar penyalurannya sampai ke konsumen di 34 provinsi dan 519 kabupaten/kota. Aprindo pun masih mendiskusikan perihal utang itu dengan Kemendag, khususnya soal tenggat waktu waktu pelunasan utang.
Sebab, kini sudah enam bulan lebih atau satu semester pemerintah berutang pada retailer. "Uang ini penting bagi kami untuk tidak hanya bertahan, tapi harus ekspansi. Karena pertumbuhan retail itu bukan karena bertahan tapi karena ada ekspansi," kata dia.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: APBN Surplus 8 Kali Berturut-turut, Sri Mulyani: Pembiayaan Turun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.