TEMPO.CO, Jakarta - Pengusah kapal penyeberangan mengklaim tak sanggup lagi membeli bahan bakar minyak (BBM) yang telah naik sekitar 32 persen. Sebab, kenaikan harga BBM tak dibarengi dengan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan.
"Karenanya, kami tidak mampu lagi sanggup menebus harga BBM yang naik 32 persen," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo dalam diskusi virtual, Sabtu, 24 September 2022.
Gapasdap, kata Khoiri, tengah mengajukan sejumlah proses efisiensi kepada otoritas, baik di pelabuhan maupun di lintasan penyeberangan. Di antaranya, mematikan mesin secara total ketika kapal bersandar supaya pemakaian BBM bisa ditekan.
Namun, ia menyebut ada konsekuensi yang harus ditempuh dari efisiensi itu, yakni waktu tempuh perjalanan yang terbuang sekitar 1-1,5 jam. Sebab jika kapal dalam kondisi mesin mati kemudian dihidupkan kembali, perlu proses pemanasan yang cukup lama.
"Maka mohon izin apakah boleh diizinkan begitu kapal sandar, ditali, kita matikan semua, jenset mati, AE (auxiilary engine) mati, ME (main engine) mati, itu semua kita matikan, karena supaya kita bisa menghemat bahan bakar, karena tarif belum disesuaikan," kata Khoiri.
Selain penghematan itu, Khoiri berujar, para operator kapal tengah mempertimbangkan langkah menghemat biaya saat perjalanan. Caranya mematikan pendingin ruangan atau AC, televisi, hingga layanan kenyamanan lainnya.
Bahkan, terburuknya, para pengusaha mengancam tidak lagi bisa memperbarui suku cadang kapal untuk menekan biaya-biaya yang tidak tertutup dari rendahnya tarif angkutan penyeberangan. "Yang saya khawatirkan kalau nanti anggota-anggota kami tidak mampu lagi beli spare part, logistik, untuk keselamatan, ini yang paling saya khawatirkan. Jadi ini sebenarnya kalau dipenerbangan sudah SOS, sudah mayday, mayday, tapi ya mayday-mayday kami kurang terdengar," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 172 Tahun 2022 yang mengatur tarif anyar angkutan penyeberangan. Berdasarkan beleid tertarikh 15 September itu, kenaikan tarif rata-rata sebesar 11,79 persen. Penyesuaian tarif berlaku saat beleid ditetapkan.
Namun sampai hari ini, pemerintah masih menangguhkan kebijakan. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Hendro Sugiatno mengatakan institusinya membutuhkan waktu 1-2 hari untuk merevisi aturan yang telah disiapkan sebelumnya. "Kami tidak membatalkan, hanya koreksi sedikit. Hari ini (aturan) clear," ujar Hendro saat dihubungi Tempo pada Rabu, 21 September 2022.
Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, mengatakan pemerintah perlu memastikan agar penyesuaian tarif angkutan penyeberangan mengakomodasi kepentingan semua pihak. Bukan hanya operator, Kemenhub mempertimbangkan dampak kenaikan tarif ke masyarakat pengguna angkutan hingga pelaku logistik dan pengemudi angkutan barang. "Karena itu, penghitungan harus cermat dan hati-hati," kata Adita.
Baca juga: RI dan India Sepakati Kontrak Dagang di TIIMM G20, Nilainya Hampir Rp 15 Triliun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini