TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menanggapi wacana kenaikkan tarif angkutan penyeberangan. Dia memperkirakan kenaikkannya tidak akan jauh berbeda dengan angkutan darat sekitar 10-20 persen, dan bisa berdampak pada kenaikkan harga barang.
“Saya kira memang kalau di ongkos penyeberangan ya mungkin bisa lebih rendah atau sama paling enggak ya dengan tarif angkutan darat,” ujar dia melalui sambungan telepon pada Jumat, 23 September 2022. “Karena angkutan penyeberangan laut itu juga menggunakan diesel yang bahan bakarnya juga pakainya solar.”
Adapun dampak terhadap produk makanan, kata Tauhid, itu akan bervariasi. Karena tergantung dengan biaya ongkos logistik dari pembentukan makanan itu sendiri. Sementara untuk persentasenya harus dihitung terlebih dahulu, karena per komoditas itu berbeda.
Menurut dia, komoditas yang volumenya besar biasanya akan lebih kecil kenaikkannya, sebaliknya yang kecil bisa jauh lebih besar kenaikkan, tergantung penggunaan logistiknya itu sendiri. “Kalau kenaikkan harga secara umum kan inflasinya bisa sampai 7 persen, tapi kalau kenaikan harga makanan ya akan bervariasi,” ucap Tauhid.
Dia mencontohkan jika minyak goreng atau pun telur saat kenaikkan bahan baku dan sebagainya bisa naik dari Rp 21 ribu menjadi Rp 24 ribu, persentasenya akan beragam. “Nah itu akan sangat tergantung komoditasnya begitu,” tutur Tauhid.
Tauhid menjelaskan kenaikkan harga akan terakumulasi di index harga konsumen untuk masing-masing produk. Namun, nanti akan ketemu kenaikan harga rata-ratanya, biasanya yang utama saja yakni sembilan komoditas pokok, beras misalnya yang medium mungkin sekitar Rp 11 ribu jadi Rp 12 ribu dan sebagainya itu akan menyesuaikan.
“Rata-rata kalau dihitung ya bisa sampai 15-20 persen, tapi ya ini kepada komoditas yang sangat sensitif kepada biaya logistik,” kata dia. “Kalau berasnya diproduksi dari daerah Jawa Barat ya itu kan ongkosnya tidak sebesar kalau misalnya harus didatangkan dari Sumatera ke Jawa.”
Sebelumnya Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 172 Tahun 2022 yang mengatur tarif anyar angkutan penyeberangan. Berdasarkan beleid tertarikh 15 September itu, kenaikan tarif rata-rata sebesar 11,79 persen.
Sesuai dengan isi aturan itu, penyesuaian tarif ini sudah berlaku saat beleid ditetapkan atau Senin, 19 September 2022. Namun sampai hari ini, pemerintah masih menangguhkan kebijakan seperti yang diatur dalam Kepmenhub Nomor 172 tahun 2022.
Ketua Umum Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo mempertanyakan mengapa aturan kenaikkan tarif angkutan penyeberangan yang sudah diteken tapi belum juga diberlakukan.
“Sampai dengan hari ini saya masih belum menerima kabar baik dari Kemenhub terkait Kepmenhub Nomor 172 Tahun 2022 yang seharunya Senin, 19 September, pukul 00.00 WIB diberlakukan. Saya tidak mengerti mengapa aturan yang sudah diteken tapi tidak dijalankan,” ujar dia saat dihubungi pada Jumat, 23 September 2022.
Padahal, kata Khoiri, aturan itu sudah melalui perhitungan yang sangat tumit dari tim tarif antar instansi setelah sekian lama ditunggu. Dia menilai seharusnya semua bisa meniru ketegasan dan keberanian Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang dengan tegas menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga 32 persen.
Khoiri menjelaskan pemerintah selalu menuntut perbaikan standar pelayanan dan keselamatan yang terus ditambah dan disempurnakan melalui regulasi domestik dan international. Namun, anehnya tidak legowo dan lupa bahwa Jer Basuki Mawa Beya.
“Artinya setiap keberhasilan membutuhkan pengorbanan,” ucap Khoiri. “Jangan hanya standar keselamatan dan pelayanan minta dinaikkan, tapi tidak mau membayar dengan harga yang pantas.”
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini