Demi mencegah pelemahan lebih jauh, rapat dewan gubenur BI pada 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan suku bungan acuan BI-7 day reverse repo rate sebesar 50 basis poin, dari Agustus 3,75 persen menjadi 4,25 persen. Ini supaya rupiah kembali ke nilai fundamentalnya.
"Dengan kenaikan BI rate tentu saja kita harapkan nilai tukar rupiah akan kembali ke fundamentalnya karena current account deficit kita sangat rendah, kondisi neraca pembayran sangat baik, mestinya nilai tukar rupiah itu bukan melemah tapi menguat," kata Perry.
Menurut Perry, seharusnya saat ini rupiah tidak melemah hingga di atas Rp 15.000 per dolar AS karena Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) terus membaik sejalan dengan kinerja ekspor yang kuat. Hingga kuartal II 2022, NPI mencatat surplus US$ 2,4 miliar, setelah mengalami defisit US$ 1,8 miliar pada kuartal sebelumnya.
Selain itu, surplus transaksi berjalan meningkat signifikan pada kuartal II 2022 terutama ditopang oleh kinerja ekspor nonmigas yang semakin baik. Transaksi berjalan mencatat surplus sebesar US$ 3,9 miliar atau setara 1,1 persen dari PDB, naik signifikan dari capaian surplus pada kuart sebelumnya sebesar US$ 400 juta atau setara 0,1 persen dari PDB.
Dengan catatan ini, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti menekankan, rupiah memang seharusnya dalam kondisi menguat. Tapi karena indeks dolar atau dxy meingkatnya pesat dari pekab lalu di bawah 110, yaitu sekitara 107sampai 108, namun sekarang sudah menembus 111,8 menyebabkan rupiah tertekan.
"Dan ini dxy menggambar mata uang dari dolar terahadap major curency lainnya seperti poundsterling, yen, dan sebagainya. Karena ada penguatan dolar secara general, ini yang akan menyebabkan mata uang lainnya mengalami pelemahan atau depresiasi," kata Destry.
Baca: Pinjol Ilegal Masih Marak, OJK: Ditutup Satu, Tumbuh Lima
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.