TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan industri fintech lending berkembang sangat pesat. Berdasarkan data per Juli 2022, penyaluran pinjaman melalui fintech sudah mencapai Rp 416,86 triliun dengan nilai outstanding sebesar Rp 45,7 triliun.
“Industri ini terus naik di tengah kondisi ekonomi yang belum recovery full,” ujar Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK Munawar dalam acara Sosialisasi dan Edukasi dengan Komunitas Guru yang digelar secara virtual pada Kamis, 22 September 2022.
Dalam periode yang sama, Munawar melanjutkan, penyelenggara fintech lending yang terdaftar di OJK dan sudah berizin jumlahnya menembus 102 platform. Sebanyak 96 platform berjalan dengan sistem konvensional, sedangkan 7 platform lainnya dengan sistem syariah. Adapun aset totalnya Rp 4,8 triliun yang terdiri atas Rp 4,77 triliun aset penyelenggara konvensional dan Rp 114,75 miliar aset penyelenggara syariah.
“Jumlah pengguna total ada 80 juta rekening. Artinya, yang bertransaksi atau pinjam duit untuk pengembangan usaha maupun untuk konsumtif itu ada puluhan juta,” kata Munawar.
Namun di tengah perkembangan pesat ini, Munawar menyatakan ada banyak layanan pinjaman online (pinjol) ilegal yang masih bertumbuh. Jumlanya bahkan lebih banyak ketimbang pinjol legal yang terdaftar di OJK.
Munawar menuturkan sudah ada 4.000-an pinjol ilegal yang diblokir satuan tugas. “Tapi mereka tumbuh lagi. Ditutup satu tumbuh dua, tumbuh lima,” kata dia.
Karena itu, kata dia, masyarakat perlu waspada. Sebab, pinjol ilegal umumnya menetapkan bunga yang mencekik. “Pernah kami temukan bunga satu persen per hari,” ujar Munawar.
Pinjol ilegal pun menetapkan denda keterlambatan pembayaran yang tidak jelas. Kemudian, penagihannya kasar dan disertai ancaman. Selain itu, pinjol ilegal umumnya mengakses data pribadi pengguna secara berlebihan, bahkan menyebarkannya.
Sayangnya, Munawar mengimbuhkan, pelaku pinjol ilegal sulit dideteksi. Walau, sebagian sistem elektronik penyelenggaranya sudah terdeteksi dikendalikan di luar negeri. Adapun penawaran pinjol ilegal ini seringnya dilakukan melalui SMS atau WhatsApp.
“Kalau tiba-tiba dapat tawaran pinjaman lewat WA atau SMS, itu pasti ilengal. Sebab yang legal tidak boleh menawarkan lewat saluran pribadi tanpa izin,” tutur Munawar.
Hal serupa disampaikan Direktur Eskekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah. Dia mengatakan, ketika peminjam terlambat melakukan pembayaran, mereka akan dibuatkan grup WhatsApp bernama “Buronan Pinjol”.
Isinya 50 orang terdekat yang sering berkomunikasi dengan peminjam. Ini terjadi karena pinjol ilegal menggunakan dan menyebarkan data pribadi. “Fintech lending memang ditujukan untuk demokratisasi layanan akses pinjam bagi yang berlum terakses pinjaman perbankan,” kata Kuseryansyah.
“Tapi harus hati-hati karena ternyata di tengah besarnya potensi ini, ada pinjol ilegal,” ucapnya.
Baca: Sri Mulyani Beberkan 3 Prestasi Indonesia: Sangat Baik Tangani Covid-19, PDB, dan APBN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini