TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pudjiati bersama sejumlah perwakilan pengemudi ojek online mendatangai kantor Kementerian Perhubungan, Senin siang, 19 September 2022. Lily membawa sebuah amplop coklat besar bertuliskan “Laporan Dosa Aplikator”.
Amplop cokelat besar itu, kata Lily, berisi surat aduan pengemdi disertai bukti pelanggaran yang dilakukan aplikator terhadap mitranya. Lily mengatakan dalam sehari, rata-rata ada 70 pengaduan yang masuk ke SPAI. Paling banyak soal dugaan pelanggaran tarif dan potongan aplikasi.
Aduan berasal dari berbagai daerah, seperti Nusa Tenggara, Jambi, Riau, hingga Medan. “Pemerintah menetapkan batas 15 persen, tapi aplikasi ternyata memotong di atas 15 persen,” kata Lily kepada Tempo, Senin, 19 September 2022. “Tapi kesannya pemerintah diam dan tidak menindaklanjuti.”
Dia mengaku ini adalah kali kedua SPAI mengirim aduan ke Kemenhub soal keberatan pegemudi terhadap kebijakan perusahaan aplikasi. Sebelumnya, pada 29 Agustus 2022, dia sudah mendatangi Kemenhub dan menyerahkan berkas yang sama. Dia mengulangi hal tersebut lantaran Kementerian Perhubungan mengklaim bahwa mereka tidak menerima surat yang SPAI kirimkan saat itu.
Kepada Tempo, Lily menunjukkan salah satu tangkapan layar pemesaan ojek online (ojol) yang menjadi aduan. Terlihat dari total tarif Rp 26.500 yang dibebankan kepada penumpang, pengemui hanya memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 19.600. Sedangkan aplikator mendapat jatah komisi di atas 15 persen, yakni sebesar Rp 4.900.
Aplikator juga menerima Rp 2.000 dari biaya pemesanan penumpang. Dengan demikian, dari total pemesanan pelanggan tersebut, aplikator menarik besaran Rp 6.900. Karena alasan itu, SPAI menginginkan kepastian regulasi dan pengawasan dari pemerintah.
SPAI, kata Lily, menuntut presiden untuk turun tangan mengevaluasi dua kementeriaan yang mewadahi regulasi, yakni Kemenhub dan Kementerian Komunikasi (Kominfo). SPAI ingin mitra aplikator mendapat pengakuan sebagai pekerja sehingga bisa mendapatkan perlindungan dan hak-hak mereka sebagai pekerja.
“Ini teman-teman dianggap mitra, tapi mitra seperti apa? Karena teman-teman dibebani semuanya, pulsa, bensi, perawatan kendaraan,” ujar Lily.
“Menurut kami negara tidak hadir. Kami minta presiden turun tangan untuk mengevaluasi dua kementrian itu. Kalau tidak, carut marut ini tidak akan pernah beres,” kata dia.
Tempo berupaya meminta penjelasan dari Jubir Kemenhub Adita Irawati dan Direktur Lalu Lintas Angkutan Jalan Kemenhub Suharto mengenai masalah aduan SPAI. Namun hingga kini, keduanya belum memberikan keterangan.
Baca juga: Sandiaga Tegur Pelaku Catcalling yang Ganggu Wisatawan: Super Annoying
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini