TEMPO.CO, Jakarta - Konsultan perkeretaapian asal Inggris, Crossrail International Ltd, mengungkap hasil evaluasi dari persiapan pengoperasian LRT Jabodebek. Pengoperasian kereta layang ringan itu semestinya berjalan pada Agustus 2022, namun ditunda sampai Juni 2023.
Penangguhan pengoperasian ini mempertimbangkan sisi keselamatan. Sebab, perlu ada pembenahan tata kelola perencanaan pembangunan sepur ringan. Pejabat Pembuat Komitmen Urban Transport LRT Jabodebek dari Kementerian Perhubungan, Ferdian Suryo Adhi Pramono, menyatakan pihaknya sudah menindaklanjuti beberapa temuan dari Crossrail.
"Pertama, kami membentuk tim test and commissioning serta tim menajerial untuk pengoperasian sementara,” ujar dia kepada Tempo pada Ahad, 18 September 2022.
Tim tersebut terdiri atas seluruh stakeholder mulai Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, PT Adhi Karya, PT Industri Kereta Api (INKA), PT LEN serta para konsultan. Tujuannya untuk meningkatkan keselamatan dengan mengontrol pergerakan kereta selama proses pengetesan hingga nanti masa uji coba tanpa penumpang.
“Tim tersebut menjadi jawaban dari perbaikan tata kelola,” tutur Ferdian.
Kedua, Satuan Kerja LRT membentuk jadwal pelaksanaan kegiatan yang terintegrasi dan bisa dipantau oleh seluruh stakeholder. Tujuannya jika ada kendala pada satu kegiatan, anggota tim bisa secara bersama-sama mengantisipasi agar tidak berpengaruh terhadap molornya jadwal operasi keretra.
Ketiga, PT KAI mulai mengejar pelatihan serta proses sertifikasi sumber daya manusia, penyempurnaan standar operasional prosedur (SOP), serta training bekerj sama dengan Prasarana Berhard Malaysia. “Untuk memastikan bahwa SDM operator yang akan menjalankan LRT Jabodebek betul-betul paham akan sistem yang diterapkan,” ucap Ferdian.
Hasil evaluasi dari Crossrail International Ltd dikemas dalam laporan peninjauan ahli berjudul “Operation Readiness LRT Jabodebek” yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Tinjauan itu berjalan selama lima pekan—termasuk satu pekan untuk menyiapkan presentasi perwakilan Crossrail—dan diselesaikan pada 6 April 2022.
Dari salinan yang didapat Koran Tempo, entitas milik Departemen Transportasi pemerintah Inggris itu merangkum temuan masalah pada empat bagian laporan tersebut. Salah satu persoalan yang diungkit oleh Crossrail adalah ketidaksiapan depo LRT Jabodebek di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Poin 4,2 dan 4,3 tinjauan Crossrail menyebutkan bahwa depo sebagai garasi rangkaian kereta justru belum siap menampung armada LRT yang diproduksi serta dikirim oleh PT INKA pada Oktober 2019, dilanjutkan secara bertahap hingga tahun lalu. Sebagian armada ditempatkan di atas rel, baik untuk diuji coba maupun parkir.
Saat gedung depo belum selesai dibangun, infrastruktur teknis untuk sistem grade of automation (GOA) level 3—teknologi pengendalian kereta tanpa masinis—sudah dipasang. Ada juga catatan soal kelemahan proses perizinan di depo LRT.
“Peralatan konstruksi jalur sudah ada di lokasi, tapi persetujuan untuk membangun jalan akses depo masih tertahan. Hal ini bisa memicu penundaan waktu,” berikut bunyi dalam laporan itu seperti dikutip Koran Tempo Edisi Sabtu, 17 September 2022.
Sementara itu pada poin 2,24, Crossrail juga menyinggung soal kekeliruan pemahaman istilah operational readiness. PT KAI sebagai calon pengelola proyek sepur berkecepatan rata-rata 40 kilometer per jam itu dianggap hanya menilai kesiapan operasi berdasarkan penyelesaian system integration testing. Padahal, tahap itu hanya satu dari banyak elemen operation rediness lainnya.
KHORY ALFARIZI | YOHANES PASKALIS | KORAN TEMPO
Baca juga: Sandiaga Klaim Investasi Senilai Rp 320 Miliar Siap Masuk Nusa Penida
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini