TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan tak sepakat jika aturan pemenuhan stok domestik atau DMO kelapa sawit dihapus. Sebab, DMO adalah kebijakan yang dapat mengontrol agar industri dalam negeri memperhatikan pasokan kebutuhan sawit di Tanah Air.
"Nanti kalau DMO dihapuskan, minyak goreng berlarian ke luar negeri lagi bagaimana? Kita berusaha untuk tidak goyah," kata Pelaksana tugas Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Syailendra, saat dihubungi Tempo pada Ahad, 18 September 2022.
Usulan penghapusan DMO muncul dari Ombudsman RI. Ombudsman merekomendasikan kepada Kemendag untuk segera mencabut aturan DMO bagi produk crude palm oil atau CPO karena tak memberikan solusi atas masalah sengkarut minyak goreng di Indonesia.
Kementerian Perdagangan, kata Syailendra, harus tetap membuat kebijakan yang tegas soal pemenuhan kewajiban dalam negeri. Salah satunya dengan tetap menerapkan DMO. Apalagi, kuota pemenuhan DMO hanya sebagian kecil dari hasil produksi atau sekitar 10 persen.
"Sisanya ekspor," katanya. Jika tak ada DMO, ia tak menjamin pengusaha dapat memperhatikan pasokan kebutuhan sawit untuk domestik.
Meski demikian, Syailendra mengaku belum mendengar soal rekomendasi Ombudsman ihwal penghapusan kewajiban DMO. "Waktu saya rapat tata niaga minyak kemarin dengan Ombudsman, enggak ada itu rekomendasi ke kami," kata dia.
Masalah sawit bergulir sejak akhir tahun lalu. Pemerintah sempat menutup keran ekspor karena pengusaha memprioritaskan pengiriman CPO ke luar negeri yang mengakibatkan minyak goreng di dalam negeri langka.
Situasi penutupan ekspor itu sempat membuat harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani anjlok bahkan di bawah Rp 1.000 per kilogram. Kini, Syailendra mengklaim masalah TBS sudah berangsur selesai. Harga TBS sawit telah naik menjadi lebih dari Rp 2.000 per kilogram, bahkan Rp 2.500 per kilogram.
Kondisi harga TBS pun dianggap sudah jauh lebih tinggi dan stabil ketimbang sebelumnya. Ia berujar, sejumlah relaksasi dilakukan secara besar-besaran oleh pemerintah untuk kembali menstabilkan pasar sawit, seperti penghapusan pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK) hingga mencapai total US$ 400.
"Kalau kita terus digoyang-goyang lagi, kebijakannya diganti lagi, waduh nanti kayak kemarin lagi," ucapnya.
Di sisi lain, Syailendra juga mengaku telah melakukan survei terhadap harga minyak goreng ke Papua, Timika, Sorong, dan Manokwari. Hasilnya, kata dia, harga minyak di masing-masing daerah telah mencapai Rp 14 ribu per liter atau sesuai harga eceran tertinggi (HET).
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, mengatakan kebijakan DMO bukan hal yang efektif untuk mengatasi masalah minyak goreng. "Oleh sebab itu Yeka meminta agar Kemendag segera melaksanakan pencabutan DMO sawit. Ombudsman pun memberikan tenggat waktu paling lama 60 hari," ujarnya di Jakarta pada Selasa, 13 September 2022.
Kekhawatiran soal kelangkaan minyak goreng jika DMO dicabut, Yeka berujar pemerintah melaksanakan distribusi minyak goreng melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebab, menurutnya minyak goreng adalah barang kebutuhan pokok yang diproduksi secara massal dan ketersediaannya menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Kan ini produk tidak elastis. Jadi kalau harga minyak goreng turun, enggak akan bikin cuci tangan pakai minyak goreng kan tiba-tiba? Jadi tidak elastis, tetap saja kebutuhannya segitu," kata Yeka.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Kemendag Klaim Harga Telur Stabil, Rp 27- 30 Ribu Per Kilogram
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini