Soal adanya mogok sementara yang dilakukan oleh pengemudi ojek online juga disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono. Menurut dia, carut marutnya penyesuaian tarif dan Kepmenhub terbaru menyebabkan gelombang aksi demonstrasi.
“Serta aksi mematikan aplikasi di berbagai kota serta kabupaten seluruh Indonesia. Karena Kemenhub lebih cenderung menerima masukan-masukan dari zonasi 2 sehingga wilayah lain tidak terakomodir dengan baik aspirasinya,” tutur Igun.
Dia mengatakan pengemudi ojek online atau ojol tetap menolak implementasi pemberlakuan tarif baru. Pengemudi menilai penyesuaian tarif itu tidak sesuai dengan aspirasi yang disampaikan sebelumnya.
Selain itu, Igun melanjutkan, pihaknya juga berkali-kali mengirimkan pesan melalui surat kepada Presiden Joko Widodo soal penolakan tarif baru dan segera melegalkan ojek daring. Pengemudi meminta presiden membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) agar pengemudi ojek daring mendapatkan legalitas dan perlindungan hukum dari negara.
“Perlindungan hukum dari negara atas kesewenang-wenangan perusahaan aplikator,” kata dia.
Igun meminta agar hal itu tidak diabaikan oleh Presiden Jokowi. Karena, kata dia, banyak masyarakat yang berprofesi sebagai pengemudi ojek daring, tapi diperlakukan semena-mena oleh para perusahaan startup teknologi yang selalu dibanggakan Pemerintah.
Asosiasi, Igun melanjutkan, sangat menyayangkan karena dari awal Presiden Jokowi mengizinkan ojek daring beroperasi tahun 2014. “Hampir selesai dua periode hingga saat ini Presiden Jokowi tidak juga dapat menyelesaikan legalitas bagi ojek daring,” tuturnya.
Baca Juga: Pengemudi Ojol: BLT BBM Rp 600 Ribu Tak Akan Cukupi Kebutuhan Hidup
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.