TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak menolak rencana Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang akan menyetop ekspor timah mentah. Penolakan datang dari pengusaha karena ditengari akan menganggu ekonomi Bangka Belitung.
Ketua Harian Asosiasi Tambang Rakyat Daerah (Astrada) Bangka Belitung Suryadi Jerry mengatakan sektor pertambangan timah merupakan penopang ekonomi utama. Sektor ini sekaligus penggerak ekonomi lain, seperti pertanian, perkebunan, hingga pariwisata.
"Kalau ini dilarang, bisa berdampak hingga 80 persen ke ekonomi Bangka Belitung. Belum lagi UMKM yang saat ini mulai menggeliat," ujar Jerry kepada Tempo, Kamis, 15 September 2022.
Menurut Jerry, pemerintah sebaiknya melakukan kajian terlebih dulu sebelum menyetop pengiriman timah mentah ke negara lain. Kajian itu mencakup sejauh mana dampak yang diterima Bangka Belitung jika kebijakan berlaku.
"Belum lagi harga timah saat ini turun. Ini bisa jadi polemik terkait situasi sosial dan ekonomi. Akan timbul gejolak kalau tidak diantisipasi pemerintah," ujar dia.
Jerry menuturkan pemerintah seharusnya membuat regulasi yang memudahkan masyarakat bekerja di pertambangan PT Timah atau milik swasta. Dia berharap kebijakan-kebijakan pemerintah juga bersifat jangka panjang dan membuka kesempatan daerah untuk memperluas lapangan pekerjaan hingga mengentaskan kemiskinan.
"Jangan sampai larangan ekspor membuka jalan orang menyelundup karena itu jelas-jelas akan merugikan negara," ujar dia.
Ketua Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI) Ismiryadi mengatakan larangan ekspor dengan alasan untuk hilirasi kurang pas karena pengusaha tidak pernah lagi melakukan ekspor pasir timah. Sebab, kata dia, timah yang diekspor saat ini bukan lagi berupa pasir.
Pengusaha pun, tutur dia, sudah menyesuaikan pengiriman komoditas sesuai dengan Undang-undang Minerba. "Produk ekspor timah saat ini sudah berbentuk balok timah atau tin ingot," ujar dia.
Dampak pelarangan ekspor timah, kata Ismiryadi, akan membuat pendapatan negara dan daerah menyusut. Pemerintah, kata dia, harus menyiapkan regulasi terpadu dan infrastruktur pendukung lainnya.
"Karena untuk masalah pertimahan beda dengan pola pengelola sumber daya alam lainnya, baik dari hulu sampai hilirnya. Sebab, harus diakui masih mengacu kepada Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967. Para pengelola sumber daya alam timah sudah melakukan tahapan smelter. Jadi bukan hanya bahan baku," ucap dia.
Anggota Komisi VII Daerah Pemilihan Bangka Belitung, Bambang Patijaya, mengatakan menolak pemberlakukan larangan ekspor karena akan berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat di Bangka Belitung. "Sebelum ini diberlakukan, Kementerian ESDM harus mencari solusi yang tepat. Saya menduga presiden mendapat bisikan yang menyesatkan. Jangan samakan timah dengan mineral lain yang saat ini sudah menjadi barang hasil produk industrilisasi karena sudah berupa balok timah," katanya.
Bambang mengatakan komoditas timah Bangka Belitung menjadi sektor utama pendapatan negara dan daerah. Jika dilihat dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kata dia, pertambangan dan industri pengolahan timah berkontribusi 40 persen.
Presiden Jokowi sebelumnya menegaskan pemerintah terus menjalankan larangan ekspor barang tambang mentah. "Setelah nikel, nanti tahun ini bauksit, sekarang sedang dimatangkan. Kita siapkan smelter," ujar Jokowi, 10 Januari lalu.
Setelah bauksit, Jokowi menuturkan pemerintah akan mencoba larangan timah dan tembaga. "Kita harus berani!" katanya. Pemerintah sebelumnya melarang ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020. Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 yang diteken oleh menteri saat itu, Ignasius Jonan, pada 28 Agustus 2019.
"Sekarang ini sudah 19 bulan neraca perdagangan surplus, itu dari mana? Dari stop ekspor nikel. Muncul angka US$20,8 miliar. Dulu ekspor tanah yang ada nikel ore paling hanya US$2 miliar setahun, artinya ada lompatan yang tinggi sekali," kata Jokowi.
SERVIO MARANDA (BANGKA BELITUNG) | BISNIS
Baca juga: Tarif Angkutan Penyeberangan Naik, Kemenhub: Masih Proses Administrasi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.