TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono mengatakan pengemudi ojek online atau ojol berkukuh menolak aturan tarif baru. Kenaikan tarif itu sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 yang mulai berlaku pada Minggu, 11 september 2022.
“Kami menilai (aturan yang berlaku) tidak sesuai dengan aspirasi kami sehingga terjadi aksi demonstrasi massa pengemudi ojek daring di berbagai kota di Indonesia, seperti di Medan, Kawarang, Purwakarta. Akan menyusul Bandung hingga Papua, menolak implementasi tarif ojek daring terbaru,” ujar Igun kepada Tempo, Kamis, 15 September 2022.
Garda indonesia, kata Igun, juga telah berkali-kali mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk memprotes ketentuan kenaikan tarif jasa ojol. Dalam surat itu, pengemudi juga meminta agar transportasi ojek daring dilegalkan agar memiliki payung hukum. Pengemudi mendesak Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu).
“Perlindungan hukum dari negara atas kesewenang-wenangan perusahaan aplikator,” kata dia.
Igun meminta agar aspirasi para pengemudi tidak diabaikan oleh Jokowi. Karena, kata dia, banyak orang yang berprofesi sebagai pengemudi ojek daring, tapi diperlakukan semena-mena oleh para perusahaan ride hailing.
Asosiasi pengemudi menyayangkan lantaran selama enam tahun Jokowi mengizinkan ojek daring mengaspal, payung hukum untuk para pengemudinya tidak kunjung terbit. “Hampir selesai dua periode hingga saat ini, Presiden Jokowi tidak juga dapat menyelesaikan legalisasi bagi ojek daring,” tutur Igun.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menjelaskan masih banyak pengemudi ojek online yang mengeluh karena aplikator memotong biaya aplikasi lebih dari 15 persen. “Masih di atas ketentuan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022,” ujar dia.
Dalam aturan teranyar, aplikator diizinkan memotong biaya aplikasi maksimal 15 persen. Namun, menurut Lily, rata-rata aplikator masih memotong lebih dari 20 persen.
SPAI, kata Lily, telah membuka kanal laporan ihwal pelanggaran aplikator. Sampai saat ini, ia menghimpun 525 laporan dari berbagai wilayah. Misalnya, Bali, Sulawesi, Jambi, Palembang, Bandung, Malang, Sidoarjo, Medan, Banten,dan Karawang. “Pengemudi ojol tetap menelan pil pahit. Bansos hanya janji manis,” katanya.
Menurut Lily, penghasilan pengemudi ojol saat ini menurun drastis. Dia mencontohkan pengemudi yang biasanya mendapatkan delapan order saban hari, saat ini paling banyak hanya lima pesanan mulai pukul 08.00 sampai 18.00.
Hal itu, Lily melanjutkan, membuat dilema bagi para pengemudi ojek online. Sebab, pendapatan pengemudi ojek online bisa berkurang sekitar 50 persen. “Harga bahan bakar minyak (BBM) naik, aplikator masih tetap melanggaran aturan dengan menaikan potongan semaunya di atas 15 persen. Tarif naik yang diuntungkan aplikator, bukan driver,” tutur Lily.
Baca juga: Harga Telur di Pasar Gede Solo Rp 27.000 per Kg, Zulhas: Kalau di Bawah Itu, Peternak Rugi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.