TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika memaparkan peran strategis dari industri crude palm oil (CPO) dan turunannya di Indonesia. Menurut dia, hilirisasi secara kualitatif industri ini sangat membantu dalam membangun pusat-pusat ekonomi di luar Pulau Jawa, juga aktivitas produktif di daerah 3T yaitu Terluar, Tertinggal, Terpencil.
“Dan mejaga kedaulatan ekonomi dalam hal ini adalah subtitusi impor,” ujar Putu dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), di Kompleks Parlemen, pada Selasa, 13 September 2022.
Selain itu, kata dia, industri CPO dan turunannya juga menumbuhkan aglomerasi atau kawasan industri baru berbasis sawit. Putu mencontohkan keberhasilan itu di beberala daerah seperti Dumai, Sei Mangke, Kuala Tanjung, Tarjun, Bitung, dan lainnya.
Untuk kontribusi kuantatifnya, Putu mengatakan, industri CPO dan turunannya menyerap kurang lebih 5,2 juta orang atau menghidupi sekitar 20 juta orang. Sedangkan nilai ekonomi hulu hilirnya itu diperkirakan sekitar Rp 750 triliun—di mana nilai ekspornya itu pada 2021 mencapai sekitar US$ 35,79 miliar atau sekitar kurang lebih Rp 500 triliun.
Kontribusi Pajak CPO
“Jadi kontribusi pajak terhadap PDB cukup besar 3,5 persen dan pendapatan pajaknya sekitar Rp 20 triliun serta pungutan ekspor dan bea keluar itu kurang lebih Rp 86 triliun,” tutur Putu.
Dia menilai hilirisasi industri CPO dan turunannya cukup berhasil. Hal itu bisa dilihat dari beragamnya jenis produk yang dihasilkan. Pada tahun 2011 ini, Putu berujar, Indonesia baru bisa memproduksi 54 jenis produk, sementara di tahun 2021 sudah mencapai 168 jenis produk.
Selain itu, jika di tahun 2010, 60 persen ekspornya dalam bentuk bahan baku CPO, tapi pada tahun 2021 yang diekspor dalam bentuk CPO sudah sangat kecil yaitu 9,27 persen. “Jadi sebagian besar sudah dihilirisasi,” kata dia.
Sementara jika melihat nilai tambahnya juga cukup besar itu di biodiesel FAME yang angkanya 1,41 kali lebih daripada CPO; margarin dan lemak sekiar 1,86 kali; minyak goreng 1,31 kali; yang cukup besar adalah surfaktant ini ada 2,06 kali. “Dan kosmetik 3,88 kali, hampir empat kalinya dari CPO,” ucap Putu.
Selain itu, kebijakan pengembangan dan langkah konkret Kemenperin yang saat ini dilakukan adalah mengembangkan Food Fitonutrient, Fine Chemical, Fuil Liquid, dan Fiber Biomass. Menurut Putu, itu akan sangat membantu memperluas kegiatan ekonomi produktif dan juga akan sangat membantu dalam menyehatkan neraca perdagangan.
Langkah itu juga disebutnya bisa menggerakkan daerah-daerah produsen kelapa sawit dan juga sangat berperan nantinya dalam mengendalikan emisi gas rumah kaca. “Serta kedaulatan pangan dan energi dan juga akan mendapatkan keuntungan di dalam operasi hulu hilir yang ramah lingkungan,” ujar Putu.
Baca: Ramai Soal Listrik 450 VA Dihapus, PLN Jelaskan Soal Subsidi Tepat Sasaran
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.