Bicara tentang listrik, menurut Said, masalah yang dihadapi bukan subsidi salah sasaran, melainkan adanya kelebihan pasokan. Oversupply listrik ini yang justru membebani keuangan negara.
"Ketika presiden, Pak Jokowi awal dulu menjadikan program prioritas nasional seperti PLN, 35 gigawatt (GW), tiba-tiba sekarang beritanya PLN itu oversupply 6 GW, tahun depan PLN akan masuk lagi 1,4 GW, diperkirakan tahun 2026 masuk 7,5 GW," ujar Said.
Adapun agenda pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) digadang-gadang akan menambah pasokan. Dengan begitu, diperkirakan terjadi oversupply listrik pada 2030 dapat mencapai 41 GW.
Tapi masalahnya, kelebihan pasokan itu bersifat take or pay. Artinya, pemerintah harus membayar ongkos produksi listrik itu, entah nantinya terpakai atau tidak.
"Bisa dibayangkan kalau 1 GW itu karena memang top take or pay, harus bayar, 1 GW (bayar) Rp 3 triliun. Bermanis-manis juga bayar Rp 3 triliun, senyum Rp 3 triliun, merengut Rp 3 triliun, dia nggak bisa diapa-apain, wajib bayar aja Rp 3 triliun," lata Said lebih jauh tentang ongkos produksi listrik tersebut.
Di penghujung rapat kemarin, Said menyebut bahwa Banggar dan pemerintah--dalam hal ini Kementerian Keuangan-- telah satu suara untuk menaikkan daya listrik rumah tangga dari 450 VA menjadi 900 VA.
"Bahwa tadi, salah satu kebijakan yang diambil menaikkan (daya listrik) 450 VA ke 900 VA untuk rumah tangga miskin, dan 900 VA ke 1.200 VA tanpa dikaitkan dengan kompor listrik. Kami sepakat dengan pemerintah," tuturnya.
Komisi VII dan PLN belum menanggapi
Meski begitu, hingga kini belum ada aturan resmi mengenai penaikkan daya listrik rumah tangga setelah adanya kesepakatan Banggar dan Kemenkeu. Selain itu, belum ada kesepakatan baik dari Komisi VII DPR yang membidangi energi maupun dari PLN sebagai pelaksana teknis.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan ia belum berpikir untuk menghapus golongan subsidi listrik pelanggan 450 VA. “Kita baru saja naik BBM masa yang itu juga, mungkin harus dilakukannya evaluasi betul,” kata Arifin saat ditemui di Kompleks Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa, 13 September 2022.
Namun begitu, ia mengapresiasi usulan yang muncul tersebut. Lewat usulan itu, Banggar berharap, pemerintah ikut membenahi tata kelola dan penyaluran anggaran subsidi listrik kepada penerima manfaat yang masih belum tepat sasaran.
Tapi Arifin juga menyebutkan penyederhanaan golongan tarif listrik relatif sulit dilakukan setelah pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM pada awal bulan ini. Menurut dia, pembenahan program subsidi kelistrikan mesti dilakukan bertahap setelah situasi perekonomian kembali kondusif.
“Kita tidak bisa semuanya, harus bertahap. Harus dibahas dalam rapat bersama menteri-menteri terkait,” ujarnya.
BISNIS
Baca: Daftar 10 Orang Terkaya di Indonesia 2022, Bos Djarum Masih yang Pertama?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.