TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui asumsi subsidi energi yang akan disalurkan ke masyarakat pada 2023. Komisi VII DPR, dalam rapat dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), setuju terhadap asumsi volume BBM bersubsidi untuk 2023 sebesar 17,5 juta kiloliter (KL).
“Volume BBM bersubsidi 17,5 juta kiloliter yang terdiri atas minyak tanah 0,5 juta kiloliter dan solar 17 juta kiloliter," ujar Wakil Ketua Komisi VII Bambang Haryadi dalam rapat pada Kamis, 8 September.
Selain volume BBM, Komisi VII menyetujui subsidi tetap untuk minyak Solar senilai Rp 1.000 per liter. DPR pun memberi restu penyaluran subsidi LPG 3 kilogram sebesar 8 juta metrik ton untuk tahun depan.
Bambang menambahkan, pihaknya turut menyepakati asumsi subsidi listrik untuk 2023 sebesar Rp 72,33 triliun. Lebih lanjut, Komisi VII DPR juga menyepakati asumsi sektor energi pada tahun depan yang berkaitan dengan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) US$ 95 per barel.
Bambang menuturkan, asumsi produksi siap jual atau lifting gas bumi sebesar 1,1 juta barel setara minyak per hari, sedangkan asumsi lifting minyak bumi yang disepakati untuk tahun depan adalah sebesar 660.000 barel per hari. “Asumsi lifting migas untuk 2023 adalah 1,76 juta BOEPD,” ujarnya.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan pihaknya tengah berupaya merealisasikan skema penyaluran penyaluran BBM bersubsidi supaya tepat sasaran. Misalnya, kepada nelayan. Hal tersebut masuk dalam program pengendalian konsumsi BBM jenis Pertalite dan Solar untuk kendaraan darat.
Pengendalian penyaluran BBM bersubsi supaya tepat sasaran ini secara keseluruhan akan diatur dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Revisi Perpres itu masih digodok pemerintah meski sudah masuk tahap finalisasi.
"Kita sekarang ini ingin lebih tepat sasaran lagi. Kita pastikan langsung kepada nelayannya," kata Nicke.
Skema pengaturan penyaluran BBM bersubsidi ini akan serupa dengan yang diterapkan melalui aplikasi MyPertamina. Sebab, para nelayan yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi akan didata sebagaimana pengguna kendaraan roda 4 yang berhak mendapat BBM bersubsidi dan pembeliannya akan menggunakan QR Code.
Tapi, skema penyaluran Solar untuk nelayan akan ada tambahan sedikit, yaitu harus terdaftar juga di koperasi. Setelah terdaftar, para nelayan baru bisa membeli BBM di tempat khusus semacam Pertashop. Koperasi ini kata Nicke penting karena supaya pendataan nelayan yang berhak bisa benar-benar tepat sasaran.
"Jadi nanti by name by address itu adalah anggota dari koperasi tersebut. Sehingga kita bisa menghitung kuotanya. Itu sudah jelas by name by address, masing-masing punya QR Code," ucap Nicke.
Dalam tiga bulan ke depan, Nicke mengatakan, Pertamina akan mulai membangun berbagai pertashop yang akan dijadikan sebagai SPBU nya para nelayan. Dia mengatakan sudah ada beberapa lokasi yang telah dijadikan titik-titik priortas, namun dia belum bisa menjabarkannya.
BISNIS
Baca: Bos Pertamina Curhat Pertamax Tak Disubsidi Negara: Selisih Tak Diganti Pemerintah
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.