TEMPO.CO, Jakarta - Data Badan Pusat Statistik atau BPS menunjukkan bahwa jumlah pekerja di Indonesia mencapai 120 juta. Dari angka tersebut, 92 juta pekerja memiliki potensi yang harus dilindungi, tapi baru 52 juta tenaga kerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, dan dari 52 juta yang mendaftar baru 32 juta yang aktif membayar iuran.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menyatakan hal tersebut menjadi tantangan badan yang dipimpinnya saat ini. "Artinya tugas kami masih belum selesai, karena masih banyak di luaran sana para pekerja yang terpapar risiko, tapi belum memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan,” ujar dia di gedung BP Jamsostek, Jakarta Selatan, Kamis, 8 September 2022.
Jika dari 92 juta yang aktif tersebut, kata Anggoro, hanya 32 juta pekerja, artinya ada 60-an juta pekerja yang belum terlindungi. Menurut dia, mereka semua pekerja memiliki risiko kecelakaan, menghadapi hari tua, pensiun, kehilangan pekerjaan, bahkan kematian.
“Semua risiko itu pasti ada. Untuk itu marilah kita lihat bagaimana kita bersama-sama untuk bisa melindungi mereka,” tutur Anggoro.
BPJS Ketenagakerjaan melihat kondisi ini saat ini yang sudah terlindungi dari 32 juta pekerja yang aktif menbayar tadi itu 65 persennya adalah pekerja penerima upah atau PU, yang saat ini jumlahnya 21 juta. Selain itu 22 persen pekerja jasa konstruksi sebanyak 7,2 juta, dan 3,8 juta adalah bukan penerima upah, dan sisanya pekerja migran.
Selain itu, dari 92 juta tadi itu 60 persennya adalah pekerja bukan penerima upah atau pekerja informal. Artinya ada sekitar 52 juta orang belum punya jaminan sosial ketenagakerjaan. Karena yang terlindungi baru 3,8 juta orang. “Ya paling nett-nya 50 juta pekerja yang belum terlindungi,” tutur dia.
Selanjutnya: Di masa mendatang, jumlah pekerja informal bakal makin banyak.