TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) masih berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan relaksasi di sektor jasa keuangan, yaitu restrukturisasi kredit. Ini karena kemampuan pencadangan perbankan masih belum betul-betul pulih.
Sekertaris Jenderal Perbanas Anika Faisal mengatakan, selama masa pandemi Covid-19 memang kinerja perbankan nasional masih sangat baik. Namun, dia mengingatkan, hal itu tidak terlepas dari berbagai kebijakan relaksasi ke industri jasa keuangan.
"Tahun depan kebijakan tersebut berakhir. Kita punya waktu 2 tahun untuk membangun kekuatan pencadangan kami di perbankan," kata Anika dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Rabu, 7 September 2022.
Anika mengatakan, di tengah usaha perbankan untuk memperbaiki kualitas kredit hingga menormalisasi pencadangannya setelah masa Pandemi Covid-19, tapi saat ini Indonesia dan berbagai negara tengah menghadapi permasalahan baru, yaitu konflik geopolitik hingga inflasi yang tinggi.
"Tapi kembali kita dikejutkan dengan adanya perang, supply chain yang bermasalah, krisis pangan, dan lain-lain. Sehingga, kemungkinan besar belum 100 persen akan pulih kembali kepada pre pandemic situation," ujar Anika.
Oleh sebab itu, Anika menekankan, hingga saat ini perbankan sebetulnya masih membutuhkan berbagai kebijakan relaksasi. Tapi, dia menekankan, relaksasi, khususnya dalam kebijakan restrukturisasi kredit itu tidak lagi diperuntukkan bagi berbagai macam sektor bisnis.
"Ada sektor-sektor yang kembali pulih dan diperlakukan secara normal, tapi ada sektor atau segmen yang harus masih diberikan keleluasaan untuk waktu yang lebih panjang membangun cadangan tersebut," ucap Anika.
Selanjutnya: OJK waspadai tren kenaikan kredit macet.