TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite untuk mobil di atas 1.400 CC belum final. Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, mengatakan pihaknya masih menunggu revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014.
“Belum tahu, jadi berapa pastinya CC-nya jika diberlakukan. Mesti ada aturannya dulu. Kita tunggu perpres-nya,” ujar dia saat dihubungi pada Minggu, 4 September 2022.
Dia juga mengaku belum mengetahui kapan revisi Perpres tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM itu akan diteken. “Nah belum tahu juga,” kata dia.
Kabarnya, pemerintah di tingkat kementerian dan lembaga sudah merampungkan revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 itu. Direktur BBM BPH Migas Patuan Alfon mengatakan draf revisi itu juga sudah diberikan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Artinya, Perpres Penjualan BBM ini tinggal menunggu tanda tangan Jokowi.
"Jadi revisi Perpres 191 itu sebetulnya sudah rampung," kata Patuan dalam acara diskusi Ngobrol @Tempo berjudul bertajuk 'Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran' pada Selasa, 30 Agustus 2022.
Muatan yang menjadi usulan masing-masing pemangku kebijakan, kata dia, sebetulnya sudah disampaikan masing-masing pihak. Misalnya, BPH Migas maupun Kementerian ESDM. Berbagai masukan pun sudah dikoordinasikan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Apa-apa saja yang perlu dimasukkan ke dalam situ dan itu memang saat ini posisinya di Kementerian BUMN dan mungkin sudah disampaikan ke Bapak Presiden," ucap Patuan.
Karena secara umum revisi perpres itu sudah rampung, Patuan lalu membeberkan sejumlah isi dalam Perpres itu. Salah satunya adalah rincian konsumen yang berhak menerima Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP), tak lagi hanya Jenis BBM Tertentu (JBT). "Makanya dalam lampiran revisi ini kita mengusulkan dimasukkan lah ketentuan-ketentuan yang bagaiaman bisa mengatur JBKP ini. Saat ini sudah disampaikan mungkin oleh Menteri BUMN ke Pak Presiden dengan opsi-opsinya," ujar dia.
Meski revisi beleid itu sudah selesai, Patuan menduga, Perpres tersebut belum juga ditetapkan karena kudu mempertimbangkan aspek yang sangat luas. Di antaranya kondisi sosial, politik, hingga ekonomi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
"Jadi pemerintah memikirnya secara komprehensif, detail. Kalau dilakukan sekarang, berapa masyarakat yang rentan miskin dan jadi miskin. Lalu kalau itu terjadi (dibatasi penjualan BBM), berapa inflasinya, lalu kekuatan keuangan negara memberikan bantalan seperti apa," kata Patuan.
Pemerintah secara resmi mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Harga Pertalite yang semula Rp 7.650 per liter, kini menjadi Rp 10.000 per liter. Sementara itu, harga Solar subsidi naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Harga BBM non-subsidi jenis Pertamax juga turut naik dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500. Harga-harga baru tersebut berlaku sejak pukul 14.30 WIB, Sabtu kemarin.
ARRIJAL RACHMAN | KHORY ALFARIZI
Baca: Pertamina Ungkap Alasan Naikkan Harga Pertamax Rp 14.500 per Liter
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.