TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono menghitung dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap sektor akutan darat. Dia mengatakan tarif angkutan darat, seperti bus antar-kota antar-provinsi (AKAP) hingga angkutan dalam provinsi (AKDP), bisa ikut terkerek naik hingga 25 persen.
“Saya pikir wajarnya mestinya naik ya. Minimal saya pikir kalau kasarnya ya itu 10 persen, tapi enggak mungkin sih kalau 10 persen mestinya lebih. Idealnya bisa sampai 20-25 persen,” ujar dia saat dihubungi pada Minggu, 4 September 2022.
Pemerintah secara resmi mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Harga Pertalite yang semula Rp 7.650 per liter, kini menjadi Rp 10.000 per liter. Sementara itu, harga Solar subsidi naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Harga BBM non-subsidi jenis Pertamax juga turut naik dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500. Harga-harga baru tersebut berlaku sejak pukul 14.30 WIB, Sabtu kemarin.
Ateng mengatakan kenaikan harga BBM akan langsung berdampak terhadap semua sektor, khususnya transportasi. Pengusaha otobus (PO), kata dia, bakal langsung mengangkat harga untuk armada kelas bisnis hingga eksekutif atau angkutan non-ekonomi.
“Saya kira semua jenis (angkutan darat terdampak). Kita melihatnya bahwa minimal akan 10 persen, tapi untuk yang ekonomi ya tentunya kita nunggu aba-aba pemerintah,” kata dia.
Adapun untuk angkutan ekonomi, ia mengatakan pelaku usaha masih menunggu aba-aba pemerintah untuk menaikkan tarif. Sebab saat ini, tarif angkutan ekonomi masih diatur oleh pemerintah menggunakan skema tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB).
Untuk bus AKAP, ketentuan batas tarif diatur oleh Kementerian Perhubungan. Sedangkan taksi diatur oleh Dinas Perhubungan Provinsi. Sementara itu, kebijakan batas tarif angkutan kota dan pedesaan ditentukan oleh Dinas Perhubungan Kota/Kabupaten. “Jadi ada batas atas bawah umumnya.”
Protes pengemudi ojek online...