TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah masih memiliki kekurangan pembayaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 100 triliun pada 2022. Kekurangan pembayaran subsidi BBM tetap besar meskipun per hari ini pemerintah menaikkan harga BBM subsidi.
Sri Mulyani menyatakan beban Rp 100 triliun itu akan masuk dalam tahun anggaran 2023. Dengan demikian, total anggaran subsidi BBM yang telah dicanangkan dalam Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 sebesar Rp 336 triliun bisa jadi akan bertambah.
"Dengan kenaikan yang diumumkan Menteri ESDM, kita kemungkinan masih akan ada tambahan Rp 100 triliun lagi adanya kurang bayar tahun ini yang masuk ke 2023," kata Sri Mulyani saat konferensi pers, Sabtu, 3 September 2022.
Beban subsidi tersebut, menurut bendahara negara ini, adalah dampak kebijakan subsidi yang digelontorkan dalam bentuk komoditas. Walaupun harga minyak mentah dunia berada di level US$ 85 per barel saat ini, subsidi dan kompensasi energi pada 2022 masih berpotensi bertambah menjadi Rp 591 triliun dari semula di angka Rp 502,4 triliun.
Namun, dengan asumsi harga minyak mentah dunia bergerak di level US$ 99 per barel, maka besaran anggaran subsidi dan kompensasi energinya akan membengkak menjadi Rp 605 triliun, dan angkanya bertambah menjadi Rp 649 triliun jika harga minyak mentah melampaui US$ 100 per barel.
Adapun dengan kenaikan harga BBM subsidi hari ini, pembengkakan subsidi dan kompensasi diyakini tak bakal menyentuh Rp 698 triliun seperti proyeksi awal.
"Dana subsisi ini memang masih akan dinikmati oleh mereka yang punya mobil. Jadi memang subsidi yang melalui komoditas, seperti BBM, tidak bisa dihindarkan pasti dinikmati kelompok yang memeilki kendaraan yang mengonsumsi subsidi," kata Sri Mulyani.
Selanjutnya: Jokowi menyatakan kenaikan harga BBM adalah keputusan dalam situasi sulit.