TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menjelaskan bahwa konsumsi batu bara Cina naik, bahkan harganya meningkat. Namun, kata dia, harus diakui harga rill atau harga kontrak di pasar tidak sesuai dengan Harga Patokan Batu Bara (HPB) atas Harga Batu Bara Acuan (HBA).
“Bagi importir batu bara besar seperti Cina dan India, sangat wajar tidak mau menerima harga HPB,” ujar dia saat dihubungi pada Jumat malam, 2 September 2022.
Menurut Singgih, hal itu jelas membuat naiknya harga batu bara saat ini bukan pada kualitas batu bara Indonesia. Mengingat kenaikan harga, khususnya akibat invasi Rusia ke Ukraina, lebih pada batu bara dengan kalori di atas 6.000 kcal per kilogram (ar).
Dia juga menilai Cina dan India memandang Indonesia tetap membutuhkan pasar ekspor dengan besarnya produksi nasional saat ini, dimana pasar dalam negeri sebatas 25 persen. Namun sisi kepentingan pemerintah, dengan formulasi pembentuk HBA saat ini, menguntungkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Untuk merevisi saat ini akan mengurangi pendapatan negara, yang sedang sangat dibutuhkan untuk kepentingan ekonomi nasional. “Namun, ke depan dimana Indonesia sebagai eksportir batu bara terbesar dunia, idealnya memiliki yang namanya Indonesian Goverment Coal Index. Pemerintah sebaiknya memiliki panel sendiri dalam menetapkan harga,” kata dia.
Selain itu, Singgih menambahkan, keberanian menghapus NEX dan Newcastle, akan mendekatkan HPB dari HBA pada pasar rill. “Tapi saya yakin tidak mudah bagi pemerintah dengan potensi PNBP yang diterima selama ini. Apalagi target PNBP telah ditentukan pemerintah,” tutur Singgih.
Ke depan, dia menyarankan, pemerintah harus mempersiapkan HBA yang lebih rill, sehingga HPB yang ada lebih dekat dengan level harga rill. Seharusnya sebagai eksportir terbesar dunia, Indonesia berani kembali merevisi HBA dengan menghilangkan dua index, NEX dan Newscastle.
“Setelahnya bisa saja memakai Indonesian Coal Index (ICI) yang lebih rill dengan batu bara Indonesia,” ucap dia. “Atau justru menjadi moment tepat untuk segera memilik Indonesian Indonesia Government Coal Index, dengan membuat panel yang mewakili berbagai pihak, seperti producers, traders, dan lainnya.”
Sebelumnya, disebutkan bahwa HBA bulan September 2022 turun tipis sebesar 0,74 persen dibanding bulan sebelumnya atau US$ 2,37 ke US$ 319,22 per ton.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Agung Pribadi menyatakan penurunan HBA tersebut dipengaruhi oleh turunnya nilai rerata indeks bulanan penyusun HBA. "ICI turun 4,95 persen, Platts turun 4,54 persen, GNCC naik 1,60 persen dan NEX naik 1,39 persen," ucap Agung melalui keterangan tertulis pada Kamis, 1 September 2022.
Selain itu, menurut dia, ada faktor peningkatan produksi batu bara Cina. Cina menggenjot produksi batu bara untuk mengatasi krisis listrik yang diakibatkan oleh gelombang panas dan kekeringan yang melanda pembangkit listrik tenaga airnya (PLTA).
Faktor lain yang turut mempengaruhi adalah upaya Cina meningkatkan impor batu bara dari Rusia dan Australia. "Ini menjadi salah satu penyebab index NEX dan GCNC trendnya masih terus naik," tuturnya.
Harga batu bara acuan sejak awal tahun 2022 sempat menyentuh nilai tertinggi pada bulan Juni yakni sebesar US$ 323,91 per ton. Faktor kondisi geopolitik Eropa imbas konflik Rusia - Ukraina dan krisis listrik di India akibat gelombang hawa panas menjadi faktor pengerek utamanya.
Setelah itu, harga batu bara acuan cenderung fluktuatif mengalami kenaikan dan penurunan. HBA Juli di level US$ 319 per ton dan Agustus lalu sebesar US$ 321,59 per ton.
Lebih jauh Agung memaparkan dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA yaitu permintaan dan pasokan. Pada faktor turunan suplai, misalnya, dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara pemasok, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.
Adapun harga batu bara merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks ICI, Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal per kilogram GAR, Total Moisture 8 persen, Total Sulphur 0,8 persen, dan Ash 15 persen.
RIANI SANUSI PUTRI | KHORY ALFARIZI
Baca Juga: KPK Sidik Kasus Dugaan Penyalagunaan Wewenang dalam Pengangkutan Batu Bara di Sumsel
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.