Dengan begitu, Achmad menganggap, anggaran bantalan sosial yang digelontorkan sebesar Rp 24,17 triliun itu tidak akan sebanding dengan tingkat risiko yang akan ditanggung atas kebijakan kenaikan harga BBM.
Apalagi, dia mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tren kenaikan harga BBM pengaruhnya langsung mendongkrak angka inflasi hingga di posisi yang sangat tinggi. Oleh sebab itu, kenaikan harga BBM yang memicu inflasi diperkirakan bakal berdampak pada tingkat kemiskinan.
Pada Maret 2005, BPS kata dia mencatat, pemerintah menaikkan harga bensin 32,6 persen dan solar 27,3 persen. Lalu pada Oktober kembali naik untuk solar 87,5 persen dan solar 104,8 persen. Dampaknya angka inflasi hingga 11,7 persen lalu terus terkerek hingga 17,15 persen saat penyesuaian harga berlaku.
Oleh sebab itu, pemerintah kata dia bisa mengantisipasi kenaikan harga ini dengan menggunakan defisit anggaran yang masih ada ruang di atas 3 persen sebagaimana dalam undang-undang karena membolehkan untuk mempertahankan subsidi BBM.
"Dan juga proyek-proyek infrastruktur yang lemah proyeksi benefit-nya terhadap APBN harus dialihkan dulu untuk menangani subsidi BBM, contohnya tunda pembangunan IKN dan PMN Kereta Api Cepat," ucap Achmad.
Baca: Laba Indofood CBP Sukses Makmur Jeblok 40 Persen, Ini Penjelasan Lengkap Anthoni Salim
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.