TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyatakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun ini sebetulnya cukup untuk membiayai subsidi BBM dan kompensasi energi hingga Desember 2022.
Namun, kata Prastowo, hal tersebut disertai dengan syarat dan ketentuan berlaku. Salah satunya adalah bila harga minyak mentah dunia yang pergerakannya sangat bergejolak bisa bertahan di rentang yang tidak terlalu jauh dari US$ 100 per barel. Sebab, angka itu sudah menjadi harga patokan minyak mentah Indonesia atau ICP dalam APBN 2022.
"Sepanjang masih ada di level US$ 100 kita masih sanggup untuk sampai dengan Desember mempertahankan subsidi yang Rp 502 triliun," ucap Prastowo dalam acara diskusi Ngobrol @Tempo berjudul "Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran", Selasa, 30 Agustus 2022.
Dengan demikian, Prastowo berujar, ketika harga minyak sudah tembus di level atas US$ 100 per barel sebagaimana tercantum dalam APBN 2022 yang sudah dilakukan perubahan, maka kemampuan APBN untuk membayar subsidi dan kompensasi energi menjadi terganggu.
"Patokan tetap US$ 100 tadi, itu sebagai dasar untuk menghitung subsidinya. Kalau sudah terlalu tinggi, tentu saja kita akan hitung ulang karena subsidi pasti akan membengkak, itu yang menjadi dasar penghitungannya," kata Prastowo.
Selain soal harga, dia mengatakan, tentu saja persoalan kuota juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan pemerintah dalam memenuhi anggaran subsidi. Apalagi kuota itu tidak bisa mengimbangi tingkat konsumsi masyarakat seusai Pandemi Covid-19.
Hingga akhir 2022, ditetapkan kuota Pertalite 23 juta kilo liter dan solar 15,1 juta kiloliter. Hingga Juli 2022 jatah Pertalite yang sudah terpakai mencapai 16,84 juta kiloliter. Lalu, jatah Solar telah telah terpakai 9,88 juta kiloliter.
Selanjutnya: Pemerintah sebelumnya tak membayangkan mobilitas akan sepesat sekarang.