TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Sugeng Suparwoto meminta agar pemerintah tidak menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersusidi jenis pertalite dan solar.
“Kalau memang profit pemerintah masih cukup tahan saja dulu,” ujar dalam rapat kerja bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Agustus 2022.
Menurut Sugeng, sebaiknya kalau dalam istilah politik ekonomi beli saja inflasi. Adanya subsidi, kata dia, itu untuk membeli inflasi, karena secara linear jika harga pertalite naik 10 persen saja itu akan meningkatkan inflasi kurang lebih 0,5 persen. “Itu baru pertalite saja. Belum implikasi lainnya,” tutur dia.
Jika harga pertalite naik 10 persen ditambah dengan implikasi lainnya diprerkirakan inflasi naik 1,5 persen. Padahal, dalam hitung-hitungan kebijakan yang sudah diuji, kata dia, kemampuan inflasi Indonesia tidak boleh lebih dari 7 persen.
Saat ini saja inflasinya sudah 4,99 persen sebagaimana dilaporkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi, dan tahun depan ekonomi diyakin iakan tumbuh 5,3 persen dengan inflasi 3,3 persen. Politikus Partai NaDem itu menilai target tersebut hampir mustahil jika tidak diguyur dengan subsidi yang luar biasa besar.
“Dan laporan dari berbagai analis menyataka memang growth akan berhenti di kurang lebih US$ 90 per barel,” kata Sugeng.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan itu dilakukan lantaran pemerintah telah memberi subsidi yang besar untuk energi hingga membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) begitu kuat.
"Nanti mungkin minggu depan Presiden akan mengumumkan mengenai apa bagaimana kenaikan harga ini," ujarnya di Universitas Hasanuddin, Makassar, seperti dikutip dalam video YouTube pada Jumat, 19 Agustus 2022.
Luhut berujar presiden sudah mengindikasikan bahwa pemerintah tidak mungkin mempertahankan besarnya subsidi energi. Sebab, menurutnya harga BBM di Indonesia adalah yang termurah. "Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban APBN yang besar kita," ucapnya.
Pemerintah sebelumnya telah memberi sinyal kenaikan harga BBM bersubsidi. Sinyal ini menguat setelah anggaran subsidi dan kompensasi energi membengkak sampai Rp 502 triliun.
Sementara Kepala Sekretariat Kepresidenan Heru Budi Hartono mengatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum memiliki keputusan apapun ihwal menaikkan harga BBM bersubsidi, baik untuk pertalite maupun solar. Dia pun belum bisa mengonfirmasi mengenai agenda Kepala Negara untuk mengumumkan harga BBM bersubsi itu peka depan.
"Belum ada keputusan, masih dibahas," kata Heru saat ditemui di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu, 20 Agustus 2022.
Heru menjelaskan, keputusan ini belum ditetapkan karena jajaran menteri Jokowi masih membahas mengenai penentuan harga BBM bersubsidi itu di tengah fluktuasi harga minyak mentah dunia. Karena itu, dia juga belum tahu adanya informasi Presiden akan mengumumkan kenaikan.
"Sedang dibahas, kan Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Pak Menko, sedang membahas. Tapi nanti hal pengumumannya kita belum tahu, sedang dibahas," ucap Heru.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini