TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana blak-blakan membeberkan aktivitas judi online di Tanah Air makin menjamur. Tak hanya itu, modus menggaet para korban pun kian beragam.
Ivan menyebutkan, dengan perkembangan teknologi yang kian canggih, para pelaku akhirnya mendapat keuntungan besar dalam melakukan aksinya. Kecanggihan teknologi itu pula yang dipakai sehingga hasil judi online seringkali tak dapat diendus para penegak hukum.
Saat ini, kata Ivan, para pelaku judi online sangat piawai dalam menghilangkan jejak. Beberapa caranya adalah dengan mengganti situs judi online baru, berpindah-pindah, dan berganti rekening. Tak jaran hasil judi online disatukan dengan bisnis yang sah.
Oleh karena itu, PPATK mendorong kolaborasi dengan berbagai pihak lintas sektor dalam menangani judi online tersebut.
Dengan aparat penegak hukum, misalnya, PPATK memberikan sejumlah informasi intelijen keuangan mengenai aliran dana yang diindikasikan terkait dengan judi online. PPATK juga secara simultan melakukan koordinasi.
"Tidak kurang dari 25 kasus judi online telah disampaikan kepada aparat penegak hukum oleh PPATK sejak 2019 hingga 2022 ini dengan nilai fantastis," kata Ivan dalam keterangan tertulis, Senin 22 Agustus 2022.
Dari pantauan PPATK, aliran dana yang terindikasi judi online mengalir ke berbagai negara di kawasan Asia Tenggara seperti Thailand, Kamboja, dan Filipina. Untuk menindaklanjutinya, PPATK berkoordinasi dengan lembaga intelijen keuangan di negara tersebut.
Tak hanya ke sejumlah negara itu, kata Ivan, aliran dana terindikasi judi online ini pun diduga mengalir hingga ke negara tax haven. "Oleh sebab itu, ini akan menjadi tantangan tersendiri untuk menelusuri aset yang nilainya mencapai ratusan triliun per tahunnya dan membawanya kembali ke Indonesia atau repatriasi."
Selanjutnya: Masyarakat diharapkan menginformasikan soal temuan judi online lewat kanal pengaduan pubik.