TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Dian Lestari mengatakan Indonesia seolah-olah seperti supermarket bencana yang disebabkan perubahan iklim, seperti banjir, tanah longsor, tsunami, dan lain sebagainya.
Karena itu membutuhkan nilai investasi yang besar untuk menangani dampak perubahan iklim di Indonesia. "Masalahnya untuk Indonesia sendiri saja sudah cukup besar, dan itu tidak bisa semata-mata dari uang pemerintah," kata Dian dalam diskusi yang diselenggarakan Bank Indonesia pada Senin, 22 Agustus 2022.
Dia mengatakan kalau Indonesia tidak mengatasi dampak perubahan iklim, akan menjadi korban secara sosial maupun ekonomi. "Mengendalikan supaya bisa mengurangi emisi dalam melalukan kegiatan ekonomi atau pembangunan bisa lebih rendah, itu tidak murah. Investasinya sangat mahal," kata dia.
Menurutnya, sudah ada publikasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Yakni sampai 2030, Indonesia butuh investasi sekitar Rp 3.400 triliun untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Indonesia juga berkomitmen hingga 2030 bisa menurun emisi 29 persen pakai sumber daya sendiri atau 41 persen kalau mendapat bantuan atau dukungan internasional.
Kemudian pemerintah mengeluarkan net zero emission target 2060 atau lebih awal. Hal itu agar dapat mengurangi laju pemanasan global sampai 2 derajat.
Karena kalau pemanasan global sudah di atas 2 derajat, kata dia, dampaknya terhadap ekonomi hingga pertanian sudah destruktif. "Ini yang kemudian membuat negara-negaea untuk berkomitmen bersama-sama, ga bisa cuma satu negara," ujar dia.
Kementerian Keuangan, kata dia, dalam hal ini sudah sejak 2016 melakukan climate budget tagging pengeluaran pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim. Jumlah itu sekitar 30 persen dari belanja negara dalam APBN.
"Itu ga cukup, sementara kita butuh biaya sangat besar. Maka kita perlu mengisi gap dengan memobilisasi partisipasi swasta dan masyarakat secara luas," ujarnya.
Baca Juga: Hujan Lebat di Musim Kemarau, Kepala BMKG Ungkap 3 Faktor
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.