TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menceritakan pengalamannya mengurus industri sawit. Sejak Mei lalu, ia diperintah oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi menyelesaikan sengkarut persoalan sawit, termasuk mengaudit perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor tersebut.
"Sekarang kelapa sawit presiden perintahkan saya tangani, kita baru tahu di dalam itu kungfunya banyak," ujar Luhut saat memberikan kuliah umum seperti yang ditayangkan di YouTube Kemenko Marves, Jumat, 19 Juli 2022.
Luhut tidak menggamblangkan maksud analogi kungfu dalam industri sawit tersebut. Namun, ia membeberkan ada sejumlah lahan sawit di Tanah Air yang status pengelolaannya tidak jelas.
Adapun saat ini, kata dia, total perkebunan lahan sawit di Indonesia berjumlah 16,3 juta hektare. Seperempat di antaranya tercatat tidak mengantongi sertifikat.
"Dari 16,3 juta kelapa sawit, ada 4 juta (hektare) ternyata yang tidak mengerti juntrungannya. Jadi Anda bayangkan, kalau 4 juta (hektare) dihemat, kita akan daapat Rp 100 triliun per tahun," ucap Luhut.
Luhut kemudian mengemukakan pentingnya melakukan efisiensi dan digitalisasi untuk mengatur hulu hingga hilir industri sawit. Digitalisasi itu bisa membuat proses bisnis menjadi lebih transparan.
"Kalau semua digitalsiasi, semua korupsi akan turun. Dampaknya akan banyak, teknologi akan jalan," ucap Luhut.
Rencana mengaudit perusahaan sawit muncul sejak masalah mahalnya harga minyak goreng mencuat. Sebelumnya, Luhut mengungkapkan banyak pihak yang tidak suka terhadap kebijakan audit perusahaan sawit. Padahal, menurut dia, audit perusahaan akan membuat industri ini menjadi lebih transparan.
"Itu kan membuat negeri kita lebih transparan. Kenapa ada yang tidak suka diaudit itu kelapa sawit?" kata Luhut, Juni lalu.
Luhut mengatakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menghimpun data dari 154 asosiasi pelaku usaha sawit di berbagai kabupaten dan kota penghasil kelapa sawit. Hasilnya, ditemukan beberapa perusahaan asing yang memiliki banyak lahan sawit di Indonesia.
Perusahaan tersebut bermarkas di Singapura dan akan pindah ke Indonesia. "Masa kita punya ratusan ton, jutaan hektare tanah kelapa sawit, ada yang markasnya di luar, bayar pajaknya di luar, dia enak enak keluar terima duit," ujar Luhut.
Menurut Luhut, perusahaan tersebut seharusnya tertib mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia. Ia mengimbau agar seluruh lembaga bisa kompak mendorong kemandirian dalam industri kelapa sawit ini, sehingga tidak diatur oleh negara asing.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Luhut Dapat Tugas Khusus dari Jokowi ke Rusia, Ada Apa?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.