TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan masih berancang-ancang menerapkan pajak karbon. Penerapan pajak karbon ini molor dari rencana semula 1 Juli 2022.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah tidak terburu-buru mengenakan pajak bagi entitas yang mengeluarkan emisi. Saat ini, pemerintah masih terus menyiapkan infrastruktur yang diperlukan.
"Pajak karbon itu bukan sekadar ada emisi, terus dipajakin. Jadi dia itu adalah suatu mekanisme untuk memenuhi kita bisa mendapatkan NZE (net zero emission). Jadi kami perlu siapin infrastrukturnya secara komplet, nah itu perlu dipersiapkan," ujar Suahasil di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Pusat, Selasa, 16 Agustus 2022.
Suahasil menekankan target pajak karbon adalah mengurangi emisi gas buang hingga nol. Menurut dia, banyak infrastruktur yang perlu dipersiapkan untuk menerapkan pajak karbon, mulai perhitungan karbon, siapa yang mencatat karbon, hingga proses verifikasi.
Adapun nantinya, perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan emisi karbon tidak akan otomatis membayar pajak karbon. Jika perusahaan sudah bisa mengkompensasikan emisi dengan cara membeli karbon kredit secara tuntas, entitas tersebut tak perlu membayar pajak karbon.
"Kalau kemudian karbon kreditnya belum tuntas mengkompensasi, boleh dengan bayar pajak karbon. Jadi pajak karbon itu paling belakang," ucap Suahasi.
Suahasil memastikan pajak karbon akan diterapkan saat pasar di Indonesia sudah siap. Sebelumnya, pemerintah sudah menunda rencana penerapan kabon selama dua kali. Sedianya, pajak karbon akan terlaksana pada 1 April, lalu diundur 1 Juli. Akhir Juni lalu, Kementerian Keuangan memastikan pajak karbon belum akan berlaku pada Juli.
Pajak karbon diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sebelum menerapkan pajak karbon, pemerintah perlu menetapkan aturan teknisnya.
BISNIS
Baca juga: Kemenkeu Jelaskan Penyebab Penerapan Pajak Karbon Ditunda
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.