TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal meyakini harga mi instan tidak akan melonjak sampai tiga kali lipat. Menurut Faisal, kenaikan harga mi instan karena adanya gangguan rantai pasok gandum masih akan berkisar di rentang yang wajar.
"Jadi tidak akan sampai (harga mi instan) naik tiga kali lipat," ujarnya saat dihubungi Tempo, Ahad, 14 Agustus 2022.
Faisal menjelaskan harga gandum di dalam negeri sebagai bahan baku mi instan memang sempat meningkat. Namun kenaikan tersebut tidak sampai seratus persen. Selain itu, harga gandum internasional berangsur turun dalam satu bulan terakhir.
Ia pun menyebut kenaikan harga mi instan juga didorong oleh peningkatan indeks harga gandum pada produsen. Indeks ini lebih dahulu naik ketimbang indeks harga konsumen.
Harga mi instan sebelumnya terancam naik lantaran sejumlah negara menutup ekspor gandum menyusul gejolak geopolitik karena perang Rusia dan Ukraina. Faisal mengakui kondisi ini membuat rantai pasok gandum di seluruh dunia terganggu.
Indonesia juga ditengarai masih menghadapi gangguan tersebut lantaran merupakan negara pengimpor gandum terbesar. Peningkatan harga gandum internasional yang sempat terjadi beberapa waktu terakhir diakui telah berdampak terhadap harga gandum dan turunannya di dalam negeri.
Meski begitu, Faisal mengatakan ketahanan pangan di Indonesia masih kuat. Bahan pangan pokok yang diproduksi dalam negeri, kata dia, masih mampu menopang kebutuhan masyarakat saat ini.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebelumnya mengatakan Indonesia terancam menghadapi krisis pangan. Salah satu faktor terbesarnya adalah ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina. Ia kemudian mengatakan harga mi instan akan naik tiga kali lipat lantaran masih bergantung pada impor gandum dari kedua negara tersebut.
"Di sana gandum tertimbun 180 juta ton. Jadi hati-hati yang banyak makan mie dari gandum, besok harganya tiga kali lipat itu," ujarnya dalam Webinar Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 8 Agustus lalu.
Menurut Syahrul, gandum sebagai bahan dari mi instan itu tersedia. Namun, harganya sangat tinggi. Sementara itu, Indonesia masih harus impor gandum lantaran komoditas tersebut sulit ditanami di Indonesia. Ia juga mengimbau agar masyarakat dapat memilih konsumsi bahan pangan lainnya yang bisa menjadi subtitusi gandum, seperti singkong, sagu, dan sorgum.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Terpopuler Bisnis: Klaim Dampak Ekonomi IKN ke Warga Lokal, Stok Beras 2 Tahun Sebelum Ekspor
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini