TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengungkapkan inflasi bahan makanan atau volatile food Indonesia cukup menghawatirkan. Dia menuturkan inflasi bahan makanan sampai Juli 2022 secara year on year (yoy) menembus 11 persen.
Angka tersebut lebih tinggi dari inflasi umum yang hampir mencapai 5 persen. "Jadi ini harus sangat diperhatikan," ujarnya kepada Tempo, Ahad, 14 Agustus 2022.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebutkan saat ini 62 negara yang menuju krisis pangan akibat kondisi dunia saat ini. Salah satu faktor terbesar adalah ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina.
Menurutnya, Indonesia akan terpengaruh lantaran masih bergantung pada impor gandum dari kedua negara tersebut. Ia bahkan memprediksi harga mi instan naik tiga kali lipat lantaran bergantun pada impor gandum sebagai bahan dasarnya.
Sebagai negara pengimpor gandum terbesar di dunia, menurut Bhima, masalah yang dihadapi bukan hanya inflasi saja tapi juga kenaikan garis kemiskinan.
Bhima berujar jika misalnya harga mi instan naik tiga kali lipat seperti proyeksi Syahrul maka jumlah orang miskin baru nantinya akan naik, karena garis kemiskinan bakal menyesuaikan lebih tinggi lagi. "Yang sebelumnya masyarakat termasuk ke kelas menengah rentan, kata dia, bisa jadi masuk ke kategori miskin baru," ujarnya.
Menurutnya, ada tiga cara untuk mengatasi atau setidaknya memitigasi krisis pangan ini. Pertama, mengamankan stok bahan pangan impor, yaitu dengan melakukan diplomasi dagang dengan negara-negara pemasok utama Indonesia agar Indonesia mendapat prioritas.
Kedua, mendorong subtitusi. Namun walaupun banyak subtitusi, ia mengingatkan soal produksinya, apakah bisa dikejar dalam waktu singkat. Misalnya, kebutuhan akan insentif pupuk, lahan, dan lainnya.
"Jadi bahan makanan yang menjadi subtitusi itu perlu didorong fasilitas insentif pupuk karena sebelumnya insentif pupuk itu hanya untuk beberapa bahan pangan tertentu," ucapnya.
Selain insentif pupuk, hal penting dalam jangka panjang adalah memperluas lahan panen lalu mendorong infrastruktur irigasi dan regenerasi petani dengan serius.
"Jadi ini harus sangat diperhatikan," ujarnya.
Sebelumnya Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Ismail Wahab pun mengatakan krisis pangan tidak bisa Indonesia hindari. Salah satu faktornya adalah ketergantungan Indonesia pada impor sejumlah komoditas pangan yang masih besar.
Menurutnya, Indonesia harus berancang-ancang sebelum krisis pangan terjadi. Hal itu lantaran sejumlah negara telah membatasi ekspor berbagai komoditas untuk pemenuhan domestik negaranya masing-masing.
"Banyak komoditas yang kita butuhkan namun masih bergantung pada impor," ujarnya dalam diskusi daring di Jakarta pada Selasa, 9 Agustus 2022.
Ia berujar produksi pangan di Indonesia terutama untuk bahan pokok tetap harus tersedia dan harus surplus. Terutama pasokan gandum, jagung, dan kedelai karena tiga bahan pokok itu menurutnya masih sangat bergantung pada impor.
RIANI SANUSI PUTRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini