TEMPO.CO, Bandung-Direktur Fasilitas Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Kementerian Keuangan, Untung Basuki mengatakan perusahaan yang berada di kawasan berikat dan penerima fasilitas KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor) memberikan kontribusi hampir 40 persen ekspor nasional.
“Berdasarkan survei kami, kontribusi ekspor perusahaan-perusahaan Kawasan Berikat dan KITE ini di angka sekitar 39 persen sekian, jadi sebetulnya hampir 40 persen. Jadi itu yang kita jaga kontribusi perusahaan-perusahaan itu untuk angkanya tetap secara nasional di angka itu,” kata dia, di sela Press Tour bertema Utilisasi Kepabeanan dan Cukai untuk Mendorong Ekspor Nasional di Bandung, Rabu, 10 Agustus 2022.
Data DJBC mencatatkan kontribusi perusahaan KB dan penerima KITE menembus 1.822 perusahaan. Rincinya 1394 Kawasan Berikat, 360 penerima fasilitas KITE. Total ekspor yang dibukukan perusahaan KB KITE menembus Rp 864,24 triliun dengan dengan toal fasiltias kepabeanan yang diterima mencapai Rp 47,03 triliun.
Kontribusi ekspor perusahaan KB KITE tahun 2022 dibandingkan nilai ekspor nasional hingga bulan Juli mencapai 37,52 persen. Sebagai perbandingan kontribusinya pada tahun 2020 menembus 39,53 persen, dan tahun 2021 mencapai 39,64 persen.
Untung mengatakan pemerintah memantau ketat pelaksanaan pemberian fasilitas kepabeanan pada Kawasan Berikat dan KITE tersebut untuk menjaga kinerja ekspor nasional.
“Memang di bulan Juli 2022 ini angkanya masih 36 persenan, tapi kita harapkan sebetulnya bisa di angka 40 persen. Artinya secara nasional, kalau ekspor nasional tumbuh, kalau share mereka 40 persen juga artinya mereka tetap tumbuh. Tetapi kontribusi yang 40 persen itu kita jaga betul,” kata dia.
Untung mengatakan fasilitas kepabeanan Kawasan Berikat dan KITE tersebut diberikan untuk menjaga kinerja ekspor. “Perusahaan Kawasan Berikat itu mendapatkan fasilitas penangguhan bea masuk, PPN Impor, dan PPH Pasal 22 impor. Kalau KITE pembebasan mendapatkan pembebasan bea masuk dan PPN Impor. Itu fasilitasnya,” kata dia.
Menurut dia pemberian fasilitas kepabeanan tersebut juga menyimpan sanksi bagi pelanggarnya. Misalnya perusahaan yang mendapat KITE berupa pembebasan bea masuk untuk bahan baku dan ketahuan hasil produksinya tidak untuk ekspor akan dikenakan denda. “Dendanya bervariasi itu bisa sampai 500 persen dari bea masuk,” kata Untung.
Ia mengatakan fasilitas kepabeanan tersebut menjadi andalan untuk menjaga kinerja ekspor nasional di tengah ancaman krisis saat ini.
“Dunia sedang mengalami krisis energi, krisis pangan, krisis ekonomi dalam tanda petik, tentu sedikit banyak mempengaruhi. Justru tugas kami adalah terutama di sektor riil bagaimana menjaga agar perusahaan-perusahaan ini yang memiliki kemampuan ekspor yang kontribusinya 40 persen itu kita jagain terus. Kita jaga suplai bahan bakunya tetap lancar, kemudian dia bisa memproduksi, kalau ada penambahan kapasitas kita dukung,” kata dia.
Menurut dia industri pengolahan CPO serta manufaktur yang saat ini memberikan kontribusi ekspor terbesar untuk perusahaan dalam Kawasan Berikat. “Di awal-awal dulu ada industri sepatu dan TPT, itu sangat dominan, itu memang seiring dengan perkembangan industri,” kata dia.