TEMPO.CO, Jakarta - CEO Plataran Indonesia, Yozua Makes menyatakan akan melakukan pemberdayaan masyarakat di Pulau Rinca, tempat anak perusahaannya mendapat izin konsesi lahan seluas 22,1 hektare.
Agar bisnisnya dapat hidup berdampingan dengan masyarakat Pulau Rinca, ia menyatakan akan mengusung konsep komplementer dengan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di sana. Ia mengaku tak akan berkompetisi dengan usaha masyarakat lantaran SKL memasang tarif yang jauh lebih tinggi namun dengan fasilitas lebih.
"Untuk orang yang duitnya ngepas beli ke koperasi. Jadi yang mau sambil foto-foto bagus itu ke kita. Jadi itu komplementer," tutur Yozua saat ditemui Tempo, Jumat 5 Agustus 2022.
Plataran Indonesia yang sejak 2021 membawahi PT Segara Komodo Lestari (SKL) itu telah mengantongi Izin Usaha Pengusahaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) sejak 17 Desember 2015. Namun, pembangunannya tak kunjung mulai lantaran ditentang oleh masyarakat sekitar. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sempat meminta SKL menghentikan proses pembangunan.
Menurut Yozua UMKM akan tetap hidup karena SKL tidak berkompetisi dengan usaha milik masyarakat. Ia berjanji akan melakukan pemberdayaan masyarakat, seperti menyiapkan platform penjualan bagi pelaku UMKM. Selain itu, Yozua mengatakan akan memberi bantuan modal, hingga pendampingan agar masyarakat dapat memproduksi sovernir dengan lebih baik.
Yozua berpendapat UMKM dapat sukses jika platform penjualannya tepat. Namun selama ini, menurutnya masyarakat Pulau Rinca tidak pernah dipaksa oleh market, sehingga tidak bisa berjalan.
"Kalau kita siapkan platformnya, kita kasih pembinaan secara terbatas. Saya akan kasih tahu Kalau anda mau jualan, harus bagus. Kalau Anda jualannya kayak gitu, ga akan ada yang beli. Let them go to the competition tapi kompetisi yang terarah," tutur dia.
SKL Janji Buatkan Platform Penjualan UMKM
Menurut dia, kompetisi bisnis yang diarahkan dapat membuat ekosistem pariwisata di Pulau Rinca menjadi lebih baik. Ia mencontohkan, PT SKL tak akan minta UMKM membuatkannya sovernir berupa ukiran kayu berbentuk komodo karena semua orang menurutnya bisa membuat itu. Namun, PT SKL akan membuat sendiri sovernir ukiran dari limbah kayu dari laut yang terbuang.
"Itu beda, itu kemampuan kita untuk memperlihatkan kita punya positioning. Dan kita ga akan buat itunya, yang kita tertarik buat adalah lets be an icon," ujarnya.